46 - Trauma

6.3K 444 26
                                    

Di sebuah rumah sakit, terlihat satu ruangan yang begitu ramai. Orang-orang tersebut terlihat menunggu seseorang yang berada di dalam ruang operasi.

Ada yang tengah terduduk di kursi tunggu dengan santai, ada yang mondar mandir karena cemas dan bahkan ada yang frustasi ketika melihat seseorang yang mondar-mandir di depannya.

"Rey! Diem dong, lu mah ah, gue pusing nih liat lu dari tadi kerjaannya mondar-mandir dah kek bajaj!" Pekik seorang pria setengah baya pada pria yang tak lain bernama Rey, adik Andra.

Saat ini, keluarga Juan dan Siska tengah berkumpul di depan ruang operasi dimana istri Rey, tengah berjuang melahirkan anak mereka.

Rey berdecak sebal, "ih, bang Dirga ini! Gak ngertiin banget gue lagi panik!" Balas Rey pada Dirga.

"Panik sih panik, tapi gak mondar-mandir juga kali!"

"Lha? Kaki, kaki siapa? Kaki gue kan!"

"Ya tapinya lu bulak balik udah kayak setrikaan bikin pusing!" Pekik Dirga tak mau kalah.

Rey berdecak sebal menatap kakaknya yang pertama. " Ya itu mah urusan Abang, bukan urusan Rey!"

Yang lain melihat pertengkaran antara Rey dan Dirga pun menggeram kesal. Andra yang semula duduk pun langsung bangkit dari duduknya menghampiri kakak dan adiknya itu.

"Udah-udah! Kalian tuh harusnya lebih khawatir sama anak gue, si Ano! Sekarang gue gak tau nasib anak gue kek gimana di dalem nungguin istri lu, Rey!"

"Pati udah di jambakin, di cakarin, aduh, awas aja kalau sampe muka anak gue ancur, susah itu bikinnya!" Lanjut Andra.

Rey menatap Andra, "Abang kok gitu sih? Abang gak ikhlas anak Abang nemenin istri, Rey?" Tanya Rey sewot.

"Jelas lah, kasihan anak gue, gue gak tau dah Ano bisa selamat atau enggak." Ujar Andra.

Ia menggelengkan kepalanya ketika mengingat masa dimana ia menemani Jihan melahirkan Aland dan Alano.

#Flashback On

Saat itu, Andra berdiri di samping sebuah brangkar dimana Jihan berbaring. Andra sesekali ikut meringis ketika melihat istrinya itu meringis kesakitan.

"Ssh, sakit, mas." Andra mengangguk, ia dengan setia menggenggam tangan Jihan, memberikan kekuatan pada istrinya.

Pandangan Andra beralih pada dokter kandungan yang menangani istrinya, "Dis, masih lama gak lahirannya?" Tanya Andra pada dokter perempuan yang tak lain adalah Gladis, teman SMA dan koas nya dulu.

"Aduh, Ndra. Ini baru pembukaan ke delapan, satu pembukaan lagi baru bisa." Jawab Gladis dengan muka pucat, ia ikut panik melihat Andra yang begitu cerewet bertanya tentang Jihan.

"Han, kamu yakin mau lahiran normal? Tapi keadaan kamu aja udah lemah gini." Ucap Gladis.

Jihan hanya mengangguk sebagai jawaban, rasanya ia tak sanggup berkata-kata.

"Ndra, keadaan Jihan pasti akan semakin melemah, jadi gue sama tim dokter lain udah nyiapin ruang operasi kalau terjadi sesuatu."  Jelas Gladis membuat Andra mengangguk-anggukkan kepalanya.

Andra terlihat panik, ia terus saja menatap ke arah Jihan. "Terserah, Dis. Lakuin aja yang terbaik, gue serahin semuanya sama lu."

"Gue janji gak akan ngecewain lu, Ndra. Gue akan bawa anak-anak lu lahir ke dunia ini dengan selamat dengan ibu mereka pastinya!" Andra hanya tersenyum.

Andra mengusap kepala Jihan, sesekali ia menciumnya. "Kamu sabar, tahan, aku yakin kamu pasti kuat yah." Jihan hanya mengangguk.

"Udah pembukaan sembilan, ayo, Han, kamu udah boleh dorong." Lalu tanpa aba-aba Jihan langsung menarik Andra untuk mendekat dan meremas rambut Andra kencang sebagai peredam rasa sakitnya.

BROTHERHOOD : Aland & AlanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang