7 - Hari yang menyebalkan

14K 896 20
                                    

-Aland's Pov

Gue mendengus pelan, betapa sialnya gue hari ini. Pelajaran pertama sejarah, lalu selesai istirahat pelajaran fisika. Udah gitu tadi gue kena omel lagi sama guru fisika, gara-gara nyontek ke si Alano.

Padahal gue udah berusaha buat kerjain tuh tugas, emang gak pengertian tuh guru. Gue gak ngerjain salah, nyontek juga salah, maunya apaan sih?

"No, awas aja lu balik duluan, gue sleding lu." Ancam gue menoleh pada Alano yang kini tengah asik membaca di perpustakaan.

Ya, kini gue dan Alano tengah berada di perpustakaan, tepatnya dia yang nyeret gue ikut ke perpustakaan.

"Iya-iya, santai aja kali." Jawabnya tetap terfokus pada buku yang ia baca.

"Hari ini yang bawa si Alando kan?" Ia mengangguk.

Alando adalah mobil gue dan Alano sekaligus hadiah ulang tahun dari bokap kita setahun yang lalu.

"Lho? Bukannya ini jadwal gue yang bawa yah?" Gue menggeleng.

"Bukan dodol, kan elu kemaren udah bawa si Alando, sekarang bagian gue." Jelas gue membuat ia mengangguk.

"Btw tadi si Aura nyariin," ucapnya membuat gue mengernyit.

"Dia udah pulang emang?" Alano hanya mengangguk.

"Pas istirahat baru aja gue ketemu sama dia." Jawabnya.

"Yaudah ayok samperin si Aura!" Pekik gue lalu berdiri membuat ia menatap gue heran.

"Gue disini aja ah, lagi asik nih." Gue mendengus kesal.

Ini nih yang gak gue suka dari si Alano, kalau udah ke perpustakaan dan nemu buku yang dia suka pasti susah lepas dari tempat duduknya padahal gak dilem lho tuh bangku.

"Aelah, mumpung free class, No." Bujuk gue.

Ia menoleh sekilas lalu kembali menatap bukunya, "Free class itu harusnya lu gunain untuk membaca, inget literasi, No. Populasi pembaca di Indonesia itu sangat rendah dibandingkan negara-negara lain jadi kita harus bisa jadi generasi pembaca biar negara kita tuh gak gini-gini aja." Ujarnya membuat gue mendengus.

"Kali-kali aja, No. Masa setiap free class kita ke perpus mulu sih, mana kerjaan gue mandangin lu doang lagi."

Ia menunjuk ke arah tumpukan buku-buku yang gue yakini tebalnya galahin isi dompet kalian. "Nih banyak buku, baca gih!" Perintahnya.

"Ah gak asik ah,"

"Mau asik nyanyi aja lagunya Ayu Tingtong yang sik asik," gue menggeram kesal.

Kok gue bisa yak punya kembaran kek dia?

"No, kayaknya jadi orang pinter bikin otak sarap lu error yak?" Kata gue.

"Bisa jadi, Land." Jawabnya lalu terkekeh.

***

Gue terdiam di depan pintu ruang OSIS dengan menyender, gue lupa kalau setiap hari Selasa

"KAK ALAND!" Gue terdiam kaku ketika mendengar suara teriakan memanggil nama gue.

Dengan was-was pun gue menoleh ke belakang dan menghembuskan nafas gusar. "Ya Allah, tolong lindungi Aland yang ganteng ini dari para spesies perempuan perindu orang ganteng ya Allah, kalau perlu jauhkan Aland dari spesies mereka ya Allah." Ucap gue lemah ketika melihat seorang gadis terus berjalan mendekati gue.

"Kak Aland, kok kakak belom pulang?" Gue memutar bola mata gue malas.

"Suka-suka gue lah," jawab gue cuek tanpa menatapnya.

"Oh aku tau, pasti nungguin kak Alano yang lagi rapat OSIS yak?" Tanyanya membuat gue jengah.

Nih anak kok bikin gue pengen ketawa tapi gak mau yah? Kalau dia tau kenapa nanya? Basa-basi gak mutu, kasihan kurang jago basa-basi, harusnya dia belajar sama eyang Google.

"Kak Aland!" Gue menoleh sekilas dan kembali menatap ke depan.

"Hmm?"

"Kak Aland kok ganteng?" Gue terkekeh pelan.

"Dah takdir," jawab gue.

"Aku pengen deh kalau kita nikah anak kita mirip sama kakak," ucapnya membuat gue melotot terkejut.

"Renatha! Lu kalau mimpi yang warasan dikit dong, lu pikir gue mau sama elu?" Tanya gue membuat ia menatap gue dengan matanya yang berbinar.

Ya, gadis yang sedari tadi ngobrol sama gue adalah Renatha, cewek satu spesies cabe-cabean dan termasuk mahkluk yang gue hindari di dunia ini.

Gue mengernyit bingung, "Ada apa?"

"Kak Aland tau nama aku? Ah, aku seneng." Pekiknya kegirangannya membuat gue berdecak.

"Aelah, gue tau nama lu kan dari surat cinta yang pernah elu kasih." Jawab gue malas.

"Kakak baca surat cinta dari aku?" Tanya berbinar.

Gue mengangguk, "Bukan gue yang baca sih, tadi Alano yang baca."

"Ah, kak Alano baik banget, calon adik ipar yang baik deh." Gue memutar bola mata gue malas.

Si Alano kok lama banget sih, udah tau gue gak mau lama-lama sama si Renatha, hawanya bikin merinding ketakutan, takut gue dicabulin ntar.

"Jangan mimpi terlalu tinggi, lu gapai awan aja belum tentu bisa." Sindir gue pelan.

Ia terkekeh. "Hehe, aku gak mimpi kak, ini masih sore, yakali aku mimpi, kakak lucu deh." Ujarnya semakin membuat gue geram.

"Kalau soal lucu emang dari dulu, udah deh, mending lu pulang gih, kasihan keluarga lu nyariin." Kata gue secara gak langsung mengusir dia.

Tapi justru reaksi dia adalah tersenyum malu. "Kakak perhatian deh, jadi makin cinta, ulala, yaudah deh aku pulang yah kak, dadah kakak!" Gue bergidik ngeri, kok gue takut yah?

Bersambung...

******

Hai!!! Sekian dan terimakasih

BROTHERHOOD : Aland & AlanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang