Sebelum baca, tonton dulu video di mulmed. Itu gambaran hati dari Aura, ya semoga ngena deh di hati kalian. Whehe.
***
-Aura's Pov
Setelah kejadian itu, Alano menghilang. Tak ada kabar, bahkan ia tak menjawab semua pesan dan panggilan dari gue.
Pada malam kejadian, ia mengantarkan gue pulang ke rumah setelah menenangkan gue yang tengah menangis.
Berulang kali juga dapat gue dengan kata 'maaf' terucap dari bibirnya. Ia mengucapkan kata itu sambil mendekap gue erat.
Gue gak ngerti, kenapa sikap Alano seolah-olah bikin perasaan gue gak enak. Itu sebabnya gue mendesak dia untuk pulang, gue ngerasa ada yang gak beres.
Saat hari kelulusan, ia bersikap biasa saja, hingga acara kelulusan selesai, ia mendadak ingin menghabiskan waktu dengan gue. Padahal masih ada hari esok.
Saat ia mengantarkan gue pulang pun, dapat gue lihat bola matanya yang merah, seperti menahan tangis. Ketika gue bertanya kenapa, ia hanya menggelengkan kepalanya.
Sebelum ia meninggalkan rumah gue pun, ia sempat berkali-kali mencium pucuk kepala gue.
Meskipun gue merasa senang, tapi tak dapat gue pungkiri, ada segumpal rasa tak enak yang sedang menyelimuti hati gue.
Seperti akan ada sesuatu yang hilang dari diri gue, entah apa itu.
Ting!
Gue mengalihkan pandangan gue pada sebuah benda pipih di samping gue. Tertera nama Aland layarnya.
Gue pun mendekatkan benda tersebut tepat di telinga gue, "halo." Sahut gue.
"Ra," terdengar suara di seberang sana.
"Ada apa, Land?"
"Cepet ke airport!" Kening gue mengernyit.
"Airport? Kenapa? Ad--"
"Cepet ke airport, Ra! Alano flight hari ini!"
Degh!
Alano?
Flight? Tapi, kemana?
"Ra! Ra! Lu masih disana 'kan?" Seketika gue tersadar.
"Iya, Land. Gue masih disini." Gumam gue pelan.
"Cepet, Ra! Sebelum pesawat Alano flight, lu harus dengerin dulu penjelasan Alano!" Dada gue terlihat naik turun.
Rasanya mau menangis pun gue tak sanggup.
Gue segera mematikan telepon dari Aland dan berlari keluar rumah untuk mencari taksi, tak mengindahkan panggilannya mami yang memanggil gue.
***
Sesampainya di airport, gue segera berlari, pandangan gue menengadah ke seluruh penjuru airport.
Dan terhenti pada seorang pria yang terlihat tengah membelakangi gue, di sampingnya terlihat pasangan suami istri dan di tengah-tengah mereka terlihat seorang pria yang gue cari.
Tanpa ba-bi-bu pun, gue berlari menghampiri gue. "ANO!" Pekik gue, membuat mereka semua menoleh.
Pria yang bernama Ano itu pun ikut menoleh, dari ekspresi nya dapat gue lihat ia terkejut.
Gue mengatur nafas gue yang memburu, "A--Aura? Kenapa lu ada disini?" Gue tak menjawab pertanyaan nya melainkan menubruk tubuhnya.
"Lu mau kemana, No? Jangan pergi." Ucap gue lirih, Alano tak menyahuti ucapan gue. "Aura sayang, sini, nak." Gue mendongak, menatap Tante Jihan yang tengah tersenyum ke arah gue.
Gue menggeleng, "kalian mau bawa pergi Ano kemana? Ano gak boleh pergi!" Tegas gue tanpa melepaskan dekapan gue dari tubuhnya.
"Lu mau kemana, No? Lu gak akan ninggalin gue 'kan?" Alano terdiam, tangannya mengelus pipi gue lembut membuat gue memejamkan mata merasakan lembutnya sentuhannya.
"Gue gak akan kemana-mana, Ra. Gue akan selalu ada di hati lu, lu harus tau itu!" Gue menggeleng cepat. "Enggak! Gue gak mau! Gue maunya elu disini! Di samping gue!" Alano hanya tersenyum.
"Jangan pergi, No."
Pandangan gue beralih pada om Andra yang sedari tadi hanya terdiam. "Om, Aura mohon, Om. Suruh Ano buat gak pergi, om!"
"Om gak bisa, Ra. Itu udah jadi keputusan Ano, om hanya bisa mendukung yang terbaik buat dia." Akhirnya, air mata yang sedari tadi gue tahan pun luruh.
Gue melepaskan pelukan Alano, tubuh gue pun ikut meluruh ke bawah seperti air mata gue. Tangis gue pecah. "Jangan pergi, No, gue mohon." Lirih gue.
Dapat gue rasakan Alano yang menyentuh bahu gue, "gue udah gak punya banyak waktu, Ra. Kalau lu mau tau apa alasan gue pergi, masuk ke kamar gue, temui buku berwarna abu-abu yang ada di atas nakas samping ranjang gue." Gue masih terdiam.
Hingga akhirnya, Alano menarik tubuh gue untuk bangkit. Ia mengelus rambut gue, mengecupnya sekilas lalu tersenyum.
"Land, gue titip Aura sampai gue kembali yah. Awas lho, jagain! Kalau sampe ntar gue denger dia luka sedikit pun, lu abis sama gue!" Gue terkekeh ketika mendengar penuturan Alano pada Aland.
Sedangkan Aland hanya bisa mendengus kesal, "aelah, No! Lu kata gue bodyguard apa, mending kalau dibayar lha ini enggak."
"Astaghfirullah, Aland. Lu kok perhitungan banget sih, kan gue cuman nyuruh lu jagain Aura. Lagian kan, Aura ini calon Adek ipar lu, kagak salah dong kalau gue minta elu jagain dia."
Blush!
Ada perasaan hangat di hati bahkan kedua pipi gue ketika mendengar Alano berucap 'adik ipar' pada Aland, ada-ada aja.
"Mah, pah, Alano pamit. Alano nitip Aura yah. Oh iya, nitip juga Aland. Kasihan dia, takutnya frustasi aku tinggalin. Awasi terus yah, mah, pah, takutnya dia bunuh diri saking frustasinya aku tinggalin, whehe." Om Andra dan Tante Jihan terkekeh, gue juga.
"Sialan lu, No! Udah mau pergi juga masih sempat-sempatnya bikin gue kesel, sana ah! Pergi lu!" Usir Aland.
Alano mengangguk, ia kembali menatap gue. "Aku pamit yah, hati-hati disini, aku nitipin kamu ke Aland bukan berarti kamu bebas modus sama dia. Harus jaga jarak juga, takutnya ntar malah CLBK lagi kamu sama dia." Gue terkekeh ketika mendengar ada nada kecemburuan saat Alano berucap.
"I love you and I'll always miss you." Ucapnya sebelum melangkah pergi.
"Jangan pergi, No, gue sayang sama lu, gue cinta." Lirih gue setelah tubuh Alano menghilang dari pandangan gue.
Dapat gue rasakan sebuah tangan menyentuh bahu gue, ketika gue mendongak. Terdapat Tante Jihan yang tengah tersenyum ke arah gue.
"Alano juga sayang dan cinta sama kamu, kamu jangan khawatir, dia pasti kembali." Gue pun hanya mengangguk.
Bersambung...
******
Adududuh kerja berantakan:(
Eh apaan sih pakek nyanyi:(Gimana nih guys part kali ini? Ngena gak? Kalau kurang, tenang masih ada part selanjutnya:)
Bye bye see you next part:)
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHERHOOD : Aland & Alano
Comédie-Sequel from the story of BAD BOY- "Karena nakal harus tau aturan!" Ini kisah si kembar Aland dan Alano. Kembar yang unik dan terkesan seperti orang gila. Tingkah mereka bahkan apa yang melintas dari otak mereka pun tak mencerminkan sepasang sauda...