Aku tahu risiko yang akan aku dapatkan saat aku menyatakan perasaanku. Meski perih, harus kulakukan, karena aku tidak ingin berdebat lebih panjang dengan hatiku sendiri. Cukup lelah aku menggarap hatimu, sudah saatnya aku memperjelas hatiku atas perasaan yang selama ini tumbuh.
Beberapa hari ini aku mencoba perhatian lebih padamu. Aku juga mencoba memberikan kata-kata indah kepadamu, namun semuanya kau balas dengan senyumanmu. Senyuman yang membuat seribu pertanyaan di hati.
Aku tidak tahu apa yang lebih membingungkan dari dirimu. Semuanya terasa sakit. Kau sebenarnya tahu atau tidak perasaanku? Kau membuatnya terasa perih. Lebih menderita dari sebelumnya. Kita teman tapi kau terus bersikap seolah kita sepasang kekasih.
Mungkin aku harus bertanya dengan tepat kepadamu. Perihal perasaanku kepadamu, yang kadang merubah diri menjadi luka. Tapi aku aku siap mendengar jawaban darimu? Semoga aku bisa memperjelaskan perasaanku kepadamu dan berharap kau mau menerima perasaanku ini.
Di sisi lain aku juga harus siap, bahwa seandainya kau tak menginginkan perasaanku. Kau akan menjuhiku, atau mungkin membenciku. Aku akan mencoba menerima semua itu. Jika terus kupendam. Aku mungkin akan mengutuk diriku sendiri, karena tak pernah tahu isi hatimu paling dalam kepadaku. Dan aku rasa besok adalah hari yang tepat untuk memperjelas isi hati kita masing-masing.
Sebelumnya terima kasih atas kenyaman yang pernah kau berikan, meski luka juga tak kalah besar kau torehkan padaku. Biarkan semuanya terasa penuh dengan kenangan, tak peduli luka yang kadang menyakiti hati. Maka biarkan mereka tertimbun oleh pahitnya empedu yang pernah di bawa tangis.
30 November 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoetryKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...