Kita yang terluka, akan tetap disebut luka. Dan mereka yang melukai akan tetap disebut pisau atas perasaan kita
Dadaku kini tak seperti dulu lagi, dimana tiap harinya selalu berdetak kencang karenamu. Aku rindu saat perasaan kita tumbuh tanpa saling ketahui. Perjalanan-perjalanan yang memberi sunyum atas pengakuan hati. Dan semua waktu yang membawa kau dan aku tersenyum. Aku sungguh rindu pada detiknya. Sulit, amat sulit untuk aku lupakan.
Kau yang pernah singgah di hati terasa perih saat pergi. Juga kau yang pulang di hati, terasa tajam saat hilang. Kita hampa dalam perasaan ini. Amat kosong. Andai peluk tak pernah melepaskan kita, mungkin sendu juga tak akan menyapa. Dia pemilik hati yang lama mengatakan bahwa hatiku tak akan pernah ada untuk dia. Tapi aku tetap memintanya meluluhkan hatiku. Bukan karena apa, aku hanya ingin jatuh cinta kepadanya agar bisa melepaskan perasaanku padamu. Juga rindu-rindu yang perih semoga lelah dalam luka. Aku terlalu menanamkanmu di hati paling dalam hingga untuk melepaskan, aku butuh cangkul paling tajam. Tapi lihatlah, cangkul seperti apalagi yang harus aku cari, semuanya sia-sia. Semakin aku cangkul, akar perasaan ini semakin masuk ke dalam. Semakin aku tarik akarnya, semakin mengikat hati di dalam. Jika terus seperti ini, kita hanya membunuh hati kita dengan sengaja. Dan kita akan hidup dengan luka menganga di tiap lorong hati kita.
24 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoetryKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...