Surat ini mengingatkanku padamu, yang selalu melukaiku namun tak kunjung kulepaskan.
Surat penuh luka kembali menghatamku di sore ini. Terkadang, saat aku membaca suratnya, aku ikut terhanyut dalam luka-sendu miliknya. Tapi apa yang bisa kuperbuat, bukankah di surat itu dia sudah menikah, dan aku ini hanya sebagai sahabat. Sahabat? Sejak kapan seseorang dibalik pengirim surat itu kuanggap sahabat.
Untukmu, tempat terbaik kutuangkan tangisku.
Hari ini, aku benar-benar hancur-lembur bak debu berteberan. Aku yang selama ini berharap akan datang cinta namun tak kunjung datang. Apalah arti sebuah pernikahan bila perasaan yang seharusnya membawa bahagia namun nyatanya membawa duka.
Dia, lelaki yang telah mengikat janji padaku ternyata ingkar. Selama ini dia masih menjalin kasih dengan gadis lain. Aku tidak bertemu langsung, hanya mendengar lewat telepon. Kupikir, aku bisa marah padanya. Namun sama sekali tidak, aku berpikir seandainya aku marah, maka berahir sudah rumah tanggaku ini.
Aku sedang manahan. Menahan segala sesak di dadaku. Menahan segala perih yang menderai, pula menahan tangis agar semuanya terlihat bahagia. Besok, aku akan berkunjung ke rumah orang tuanya. Doa-kan aku, semoga aku bisa menahan segala duri yang menyesakkanku.
Note : Inikah rasanya, saat orang yang kita mencoba cintai namun dia mencintai orang lain. Lalu untuk apa aku tumbuh perasaanku? Padahal asli belum sembuh dari luka lama.
21 April 2019
Setiap kali aku membaca surat ini, pikiranku hanya tertuju padamu. Semoga kau yang telah memilih lelaki lain untuk menjalin kasih, tidak bernasib seperti pengirim surat ini. Kau, yang masih membekas dan tak kunjung kulupakan.
25 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoetryKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...