Kukira kau telah pergi saat aku lepas. Namun ternyata, kau masih berada di hati, dan terus menyelam hingga hati paling dalam.
Terpuruk kembali adalah pekerjaanku. Mungkin di depan orang banyak aku cukup terlihat baik-baik saja. Namun sebenarnya aku terluka, pun saat kau datang padaku. Waktu berjalan terus tanpa menunggu walau sedetik. Memutar tiap kenangan pahit sambil menerbangkannya bersama empedu. Semua hal telah terlewatkan. Namun sakit masih menghujamku dengan tega. Angin berhembus tanpa henti, bagai panah yang terus menusuk dada. Sakit memang. Perasaan seperti itu tak pernah tidak sakit, selalu sakit. Kau hanya bisa diam dan menahan perihnya.Semesta! Berapa kali lagi aku harus menerima luka. Aku cukup lelah terluka. Setiap kali aku melangkah, wajahmu selalu terhanyut dalam ingatan. Bisakah? Bisakah tuhan menghidupkan aku tanpa hati. Agar aku tidak bisa jatuh cinta pun patah hati. Aku benar-benar lelah, dilukai oleh satu orang dan perihnya berulang kali. Seberapa kali lagi aku harus mencoba menjauh darimu. Seberapa panjang lagi aku harus berlari dari perihmu. Dan seberapa cepat arus rindu yang harus aku hindari agar lepas darimu. Aku lelah. Lelah sekali.
Kupikir, setelah kau dan aku tidak bersama dan patahan hati menyerangku. Aku bisa menemukan hati yang baru, tapi ternyata tidak. Tidak sama sekali. Kau ternyata menyelam lebih dalam lagi, kadang menumbuhkan rindu. Terkadang pula menumbuhkan duri yang tak tertahan.
7 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoetryKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...