36

74 2 0
                                    

Bertemu kembali dengamu seperti menusuk berulang kali duri ke hati. Maka dari itu, marilah kita saling menghindar.


Kita kembali bertemu di tempat pendidikan. Kau memberitahu bahwa keluargamu telah siap. Menikahkan kau dengan dia yang telah di pilih keluargamu. Empat bulan lagi, kau segera dilamar. Aku menghargai usahamu, telah meminta orang tuamu untuk memjodohkan kau denganku. Tapi apalah arti anak, jika semua kekuasaan berada pada tangan orang tua. Aku tidak memaksa, aku malah meminta kau menerimanya. Bukankah melawan orang tua tidak baik? Meski itu menyangkut pada masa depan. Turuti saja semuanya.

Setelah hari ini, kita bukan lagi teman atau dua orang yang saling mencintai. Aku meminta kau untuk berhenti mencintaiku karena kutahu, perasaan itu hanya akan membuatmu terluka. Aku juga memintamu untuk berhenti menyapaku, mari kita seperti dulu, dimana kau dan aku adalah orang asing. Tapi kau tak pernah mau menerimanya. Kau malah meminta aku membawamu pergi.

Aku bukan menolak, tapi orang tuamu lebih berharga dariku. Khawatirannya tetap harus kau nomor satukan. Aku tidak mau orang tuamu terluka hanya karena kau menikah denganku. Aku sungguh tidak ingin siapapun terluka. Mungkin itu sebab mengapa aku terus merelakanmu. Maaf, bukan karena aku tidak menginginkanmu, tapi aku mencintai dan ingin kau bahagia.

Ini akan menjadi pelukan terakhir kita, mari berhenti saling berharap. Dan berhentilah menangis, karena kepura-puraan bahagiaku akan hancur. Aku benar-benar tidak bisa melihatmu menangis, karena hatiku selalu ikut terluka. Maka dari itu, tersenyumlah. Jika kita bertemu, anggap saja angin lalu, atau mungkin perasaan lalu yanv merindu.

22 Januari 2019

Yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang