Hatimu adalah labirin terumit yang pernah aku masuki
Sejauh apa. Sejauh apa apa lagi aku harus berlari. Aku telah terperangkap dalam hatimu. Telah terperangkap dalam rasamu. Terperangkap dalam kesalahan. Kita bukan yang diinginkan, kita hanyalah ketidakinginan yang terus mencoba. Kau yang disana masihkah menanam rasa padaku? Oh iya, aku tak seharusnya menanyakan hal itu. Sebab akhir-akhir ini kau pasti sibuk mempersiapkan pernikahanmu. Kau yang mungkin sudah melupakanku, semoga bahagia di sana. Jangan biarkan hatimu jatuh lagi, terutama padaku.
Kau tahu, aku baru sadar. Aku telah terperangkap dalam perasaanmu seperti terperangkap dalam labirin. Aku terus mencoba keluar dengan berbagai cara, sayangnya tak bisa. Kukira aku bisa menembus tembok labirinnya. Tapi labirin hatimu telah di bangun dengan tembok besi.
Setiap saat aku mencoba keluar dari labirin hatimu, mencoba berbagi jalan yang aku lihat. Tapi lihatlah, aku bahkan tidak punya peta untuk keluar dari labirin ini. Aku amat lelah mencari jalan keluar di hatimu. Hatiku terus tersengal karena luka tak tertahan. Aku hanya ingin kau mengatakan padaku, bahwa labirin hatimu memiliki jalan keluar. Agar lelahku bisa terbayar. Aku tidak ingin berjalan mencari jalan keluar yang sebenarnya tidak akan pernah aku temukan. Sungguh aku tidak ingin. Ini cukup perih. Amat perih. Seperti perih paling dalam yang pernah kalian rasakan.
20 Maret 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoesíaKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...