72

33 1 0
                                    

Mengikhlaskan lebih baik daripada melupakan, karena dengan ikhlas aku belajar merelakan seseorang tanpa harus dilupakan.

Surat itu benar. Aku sekarang telah melepaskanmu dengan cara paling mulia itu, mengikhlaskan. Aku membiarkan semua luka menghantamku dengan amat dahsyat. Aku menjatuhkan air mata. Bukan karena terluka, tapi bersyukur bahwa kau setidak-tidaknya pernah jatuh cinta padaku. Pernah memperjuangkan walau sia-sia. Pernah saling mencintai dan itu akan menjadi kekuatanku dalam kenang.

Melupakanmu hanyalah sia-sia, sebab tak akan mungkin aku melupakanmu. Dan memang tak ada yang mampu melupakan orang yang pernah kita cintai. Mereka yang mengaku melupakan, hanya sekedar menutup luka saja. Sebab tak ada yang dapat dilupakan begitu saja. Apalagi orang yang pernah kita cintai dengan sepenuh hati.

Juga mereka yang memilih waktu untuk mengubur luka hanyalah sia-sia. Luka adalah luka. Tetap membekas walau setitik. Sayangnya, luka di hati kadang bisa kembali terasa perih saat bertemu dengan orang yang pernah melukai kita. Mengapa? Karena sejatinya waktu tak pernah mengubur luka. Waktu hanya menghentikan rasa perih untuk sementara. Dimana yang dilukai merasa dirinya sembuh untuk beberapa saat. Namun waktu akan menyadarinya, ketika yang melukai datang lagi bersama orang lain, maka ia sadar. Bahwa waktu tidak pernah mengubur luka di hatinya.

Aku kini merasa lebih tenang saat mengikhlaskanmu bersama dia. Meski aku hanya menjadi serpihan luka darimu, tetap saja kau dan aku pernah jatuh cinta. Pernah menanam perasaan dalam-dalam. Dan semua yang kita lewati biarkan bersama, biarkan mereka menari bersama waktu, atau mungkin bersama senja lalu. Kini, aku bisa melanjutkan langkahku tanpa harus melupakanmu. Walau dalam beberapa waktu aku kadang merindukanmu. Namun apalah arti sebuah rindu, ketika hati harus berlapang dada untuk mengikhlaskan.

18 April 2019

Yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang