Jujur saja, kita itu banyak berpura-pura. Pura-pura bahagia ketika orang yang pernah kita cintai, mencintai orang lain. Pura-pura utuh, padahal masih hancur dalam luka.
Mungkin banyak orang di luar sana sedang patah hati sepertiku. Mengenang bahkan tidak pernah bisa berpaling pada yang lain. Terus saja mengenang meski tahu diri bahwa ia tidak bisa bersama. Hatinya menangis tiap saat, karena ditusuk terus menerus oleh kenangannya sendiri. Aku bukanlah ahli perasaan, tapi semua orang tahu bahwa kenangan semanis apapun akan terasa seperti empedu jika sebuah perasaan meninggalkan perasaan lainnya.
Kita hanyalah pura-pura. Pura-pura bahagia ketika orang yang pernah kita cintai berada di tangan orang lain. Pura-pura tersenyum saat orang yang pernah kita cintai di peluk oleh orang lain. Juga pura-pura tegar ketika orang yang pernah kita cintai mencintai orang lain. Kita terlalu banyak berpura-pura, agat terlihat baik-baik saja. Berpura-pura agar luka kita tidak bisa dilihat. Pura-pura memang menyelamatkan kita hanya sementara waktu. Bukan berarti kita benar-benar bisa melakukannya. Ingat, kita hanya pura-pura. Pura-pura bahagia.
Karena kepura-puraan itu, kita menyadari satu hal. Bahwa hati kita tidak seutuhanya merelakan. Tidak seutuhanya dilepaskan. Juga tidak seutuhanya utuh lagi. Kita sudah terkoyak atas perasaan yang tak seharusnya kita lukai. Tapi jika kita kita telah terluka. Maka pisah sudah menjadi jalan keluarnya. Meski sesak, tetap kita lakukan. Lalu sekarang, ketika kits tidak bersama lagi. Kita baru menyadari perasaan kita masing-masing. Baru menyadari kesalahan masing-masing. Kita terlalu lampau untuk kembali. Maka biarkan semuanya berjalan seperti waktu yang pernah menghapus luka kita.
11 Maret 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoetryKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...