Kita seperti menginjak duri dan berpura-pura tersenyum saat bertemu, lalu saat kita sendiri. Kita mencabut duri itu dengan perihnya, seperih rindu kita yang tertahan.
Kita mencoba melewati tiap duri di hadapan kita dengan menahan pedinya. Kita injak duri dan berpura-pura tersenyum, seperti itulah setiap pertemuan kita. Kita bukan pura-pura bahagia, kita hanya ingin tak ada yang tersakiti lagi di antara kita. Namun saat kita sendiri, kita terdiam dan mencabut duri di kaki kita. Kita menahan perihnya seperti menahan rindu.
Saat aku ingin melupakan perasaan kepadamu, aku teringat janjiku untuk tetap menyimpanmu di hati paling dalam. Mungkin bagian itu harus kutarik kembali. Sebab hatiku telah menyimpan paling dalam hingga sulit melupakanmu. Dan setiap kali aku ingin mengeluarkanmu dari dalam hati dan pikiranku, aku merasa bahwa aku seperti menusuk hatiku dengan tombak paling runcing dan tajam. Melupakan sama saja membunuh diriku secara perlahan.
Demi melepaskan semua perasaanku padamu, aku mencoba menerima gadis pemilik hati di masa lalu itu di hidupku. Kubiarkan dia menata lagi kesalahannya padaku, meski sebenarnya aku masih saja mengharapkanmu. Kubiarkan hatiku di kuasai olehnya. Namun pengharapan terbesarku masih saja padamu. Aku akui satu hal ini, bahwa akulah yang terlalu sulit menghapuskanmu walah hanya sejejak.
18 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoetryKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...