77

38 1 0
                                    

"Aku sangat merindukanmu", kalimat itu sederhana, Namun bisa menghancurkan seribu benteng pertahanan dalam hatiku

Kau duduk di bawah pohon Wisteria dengan polos. Pipi kirimu lebam entah apa yang terjadi denganmu. Aku memilih untuk mendekatimu, dan memastikan dirimu baik-baik saja. Kau hanya berkata bahwa semuanya baik-baik saja. Meski nada bicaramu penuh serak dan tangis yang terkadang jatuh. Dusta, bukanlah keahlianmu. Sungguh. Satu jam kita memilih duduk di bawah pohon indah ini. Perasaanku tidak sakit seperti dulu, namun rindu telah berhanyut-hanyut dalam dadaku, berharap bisa memelukmu. Namun aku tahu diri, aku kini adalah orang asing yang berdiri di depanmu dengan perasaan yang terus kucoba lepaskan.

Saat matahari mulai redup, kau mengangkat mulut. Kau menceritakan sebuah dongeng anak-anak. Kau menceritakan dongeng hujan yang jatuh dari langit hanya untuk tanaman di bumi hidup. Hujan rela turun berkali-kali, tidak peduli dengan hempasannya. Dan semua itu demi tanaman agar tetap hidup.
Aku hanya tersenyum, ceritamu mengingatkan aku pada seseorang pria yang telah mencintai gadis yang bahkan tidak pernah memilihnya. Ya, pria itu aku.

Kini kau memandang langit biru dengan lebam di pipimu, dan aku dengan rindu yang mencoba menahan peluk. Beberapa detik kau bangkit dari kursi, lalu memelukku dengan amat erat. Kau mengatakan, "aku sangat merindukanmu." lalu kau pergi dengan tangis yang kau tahan.

Kau berhasil! Kau berhasil menghancurkan seribu benteng pertahanan hatiku. Ucapanmu itu cukup menumbuhkan perasaan yang telah kubunuh setiap waktu. Kau seperti menyapa cerita lama, tapi nyatanya kau telah membunuhku dan meminta cerita baru untuk ditumbuhkan.

29 April 2019

Yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang