Aku salah satu dari miliaran orang di dunia yang memilih tidak membuka hati. Sebab hatiku terlalu banyak luka, hingga sulit untuk berjalan lagi.
Aku bukanlah ahli rindu yang selalu bisa mengontrol tiap inginnya. Bukan pula penakluk rasa yang bisa mengendalikan perasaan. Aku hanyalah aku, yang hanya bisa terdiam dan pasrah ketika rindu atas dirimu menghanyutkanku. Di sini, tempat dimana aku dan kau mengakui perasaan bodoh kita. Aku menghabiskan waktu tiap soreku disini, sesekali aku mengenang. Meski perih kadang tak tertahan di dada. Aku akan tetap menerima semuanya dengan lapang dada. Sebab kita tak pernah bisa memaksa takdir.
Aku yang lemah dengan seribu luka di dada, masih bingung untuk mengenal kembali perasaan indah. Di negera ini, ada banyak para gadis yang memberiku harapan dan juga perasaan mereka, tapi aku masih tidak bisa menerima mereka. Bukan karena mereka tidak cantik, mareka cukup cantik. Hatiku, hatiku terlalu banyak perban, hingga bekas yang kadang membawa perih.
Dia, pemilik hati di masa lalu memilih diam di sampingku. Dia masih berharap aku bisa kembalikan perasaanku yang dulu padanya. Tapi lihatlah aku, betapa jahatnya aku memilih diam dan tak memberi jawaban dan pernyataan atas harapannya. Sungguh, sungguh aku minta maaf atas ketidakadaan hatiku.
5 Maret 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terluka
PoetryKita memang tak pernah ditakdirkan untuk saling mencintai. Tak pernah diperuntukkan untuk saling bersama. Tak pernah. Setelah semua yang terjadi aku benar-benar menyadari bahwa kau tak akan pernah aku miliki. Semua keping hati telah menjadi serpihan...