CHAPTER 1

133K 3.4K 358
                                    

Pagi hari ini cuaca sangat cerah. Di dalam kamar bernuansa biru ada seorang gadis yang sedang tertidur lelap dan ia tidak merasa terganggu dengan sinar matahari yang mulai menampakan dirinya. Ia malas untuk bangun karena ia habis bergadang sampai dini hari mengerjakan tugas deadline dari pak Tanto. Dosen yang terkenal galak itu.

Andini Putri Hermawan biasa dipanggil Andin. Ia memang seperti itu jika ada tugas ia akan leha-leha atau nanti saja dikerjakannya, jika waktu sudah mepet dengan pengumpulan pas hari H, malamnya tugas baru dikerjakan.

"Nah kan betul masih molor. Astaga ... Andin, bangun nggak kamu?!" seru Lilis. Ibu Andin. Wanita paruh baya yang masih terlihat muda. Ia berkacak pinggang menatap anak gadisnya yang masih tertidur lelap di tempat tidurnya.

"Kamu tuh kapan berubahnya sih. Setiap pagi harus di bangunin. Bangun NGGAK!!" ucap Lilis sambil menarik selimut Andin. Ia gemas dengan anaknya ini.

Sebenarnya Lilis sudah capek dengan anak perawannya ini. Setiap pagi harus dibangunkan. Bagaimana nanti kehidupan anaknya jika sudah berkeluarga. Anaknya ini memang susah sekali bangun pagi.

"Ihhh Bunda aku masih ngantuk," ucap Andin kesal, ia menutup telinganya menggunakan bantal. Ia berbalik dan membelakangi Lilis untuk melanjutkan tidur kembali.

"Astaga, ini anak. Bunda capek sama kamu, bangun nggak?!" seru Lilis kembali. Ia terlihat murka melihat anak gadisnya membelakangi dirinya, dan memilih tidur kembali dengan menutupi seluruh tubuhnya.

"Kenapa gue punya anak perawan gini banget," kata Lilis memijat dahinya. Ia tidak habis pikir dengan anak gadisnya

"Bangun, kamu!" kata Lilis. ia menarik selimut yang menutupi badan anaknya dengan kencang sambil memukul bokong Andin.

"Apa sih, Bunda. Andin kan sudah bilang. Andin masih ngantuk." Ia berusaha menahan selimut yang tarik oleh ibunya, dan ia juga berusaha menepis tangan ibunya yang terus menukul bokongnya untuk bangun.

Astagfirullah, baru tidur beberapa jam gue?! Ini semua gara-gara tugas sialan yang di berikan Pak Tanto gue jadi begadang kan, Batinnya.

Mau bagaimana lagi. Sepertinya Andin harus mendapatkan cubitan maut dari Lilis supaya ia bangun.

"Aw, Bunda ...!"

Andin dengan cepat menegakkan tubuhnya. Kedua matanya membelalak menatap ibunya tidak percaya. Bagaimana tidak sakit, paha mudanya dicubit dengan gemas oleh ibunya sendiri.

Ya, kejadian seperti ini memang bukan sekali dua kali, tetapi sering ia alami. Mungkin sebagai kekesalan ibunya terhadap dirinya yang susah dibangunkan.

Astaga paha gue nyut-nyut-an, Batinnya.

"Bunda, sakit!" Andin menatap ibunya kesal. Tangan lentiknya tidak hentinya mengelus paha mudanya yang habis dicubit oleh ibunya dengan gemas.

"Aku tuh masih ngantuk, karena semalam bergadang ngerjain tugas, dan hari ini harus dikumpulkan," jelas Andin kepada ibunya.

"Terus Bunda peduli?" Lilis menatap anaknya malas. Ia bersedekap.

Andin yang mendengar ucapan ibunya mendengkus kesal.

"Dasar tidak berkeBundaan," tambah Andin sambil cemberut.

"Apa kamu bilang?" seru Lilis dengan cepat. Ia menatap anaknya marah.

"Nggak, Bunda jangan marah-marah terus. Nanti darah tinggi."

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang