"Andin, dan bayinya baik-baik saja. Nyonya, Tuan, dan semuanya tidak perlu khawatir. Ia hanya mengalami syok, dan sebentar lagi akan siuman. Saya akan memberinya vitamin."
Semua yang mendengar penjelasan dokter Heri bernapas lega, dan tersenyum senang. Tidak, lama mereka terdiam, dan menatap satu sama lain.
"Hamil?" beo Salsa. Ia menutup mulutnya dengan tangan lentiknya. Ia tidak percaya atas apa yang ia dengar.
"Mas." Lilis menarik-narik lengan suaminya. Ia terlihat senang.
"Jadi ... i-istri saya benar-benar hamil?"
Rafa tidak percaya atas apa yang di katakan dokter pribadi Hermawan itu. Ia memang sudah menduganya, dan ternyata dugaanya benar. Bahwa sikap aneh istrinya itu hal wajar bagi orang yang sedang mengidam.
"Hmm." Pak Heri mengangguk atas ucapan Rafa. Ia tersenyum. Ia jelas tahu siapa lelaki yang baru saja menanyainya itu.
"Mas, kita akan mempunyai cucu."
Lilis tersenyum bahagia. Ia memeluk suaminya yang di balas pelukan erat sang suami. Begitu pula, dengan Aldi, dan Salsa mereka tersenyum.
"Selamat ya, Al. Adek lo hamil. Hihi."
Salsa memberi selamat kepada Aldi, tidak lama ia terkikik geli. Sementara Aldi, terdiam. Ia masih belum percaya bahwa adiknya itu hamil, tetapi tidak lama ia mengangguk, dan tersenyum atas ucapan Salsa.
Rafa dengan cepat menghampiri Andin, dan duduk di samping tempat tidur. Ia menggenggam tangan Andin.
"Kamu dengar? Ada kehidupan di sini, dan sebentar lagi ada Rafa junior." kata Rafa kepada Andin sambil mengelus perut rata Andin.
Cup.
Rafa mencium dahi Andin. Semua yang berada di sana tersenyum. Karena Rafa tidak malu menunjukkan kasih sayangnya kepada Andin. Bagaimanapun juga Rafa yang dulu sangat cuek.
"Kalau boleh tahu. Berapa usia kehamilan anak saya?" tanya Rian kepada dokter pribadinya itu.
"Untuk itu saya kurang tahu. Sebenarnya saya bisa saja mengambil darah Andin untuk saya bawa pulang, dan periksa di rumah sakit. Alangkah lebih baik Andin, dan Rafa yang langsung periksa ke dokter kandungan untuk di USG."
Dokter Heri yang awalnya menatap Rian, lawan bicaranya tidak lama ia menatap Rafa yang masih setia duduk disamping Andin. Ia menatap Andin lekat dalam pingsannya.
"Hmm, setelah Andin sadar kita akan ke rumah sakit," kata Rafa tanpa melihat dokter Heri. Ia masih setiap melihat istrinya dalam diam. Sesekali ia mengelus puncak kepala Andin.
Dokter Heri tersenyum. "Saya harap Andin tidak boleh stres. Karena itu berbahaya bagi janinnya."
Semua yang berada di sana menghela napas kasar. Ya, mereka semua tahu bagaimana sikap Andin.
"Kalau begitu saya permisi. Assalamualaikum."
"Tunggu, Pak. Mari saya antar ke depan," cegah Rafa kepada dokter Heri.
"Baiklah." Dokter itu tersenyum, dan mengangguk.
"Jangan, kamu tunggu di sini saja biar Ayah, dan Bunda yang mengantar dokter Heri," cegah Rian kepada Rafa.
"Benar, kamu di sini saja. Jaga istri kamu," timpal Lilis kepada Rafa.
"Hmm." Rafa mengangguk mengerti.
"Mari," kata Rian kepada dokter Heri, dan dokter itu mengangguk. Setelah itu mereka pergi meninggalkan Rafa, Aldi, dan Salsa di kamar Andin.
"Selamat ya, Raf. Lo akan menjadi Ayah," kata Aldi kepada Rafa sambil menepuk bahu Rafa. Ia memberi selamat kepada adik iparnya itu yang sebentar lagi akan menjadi seorang Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomancePerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...