"Ya Allah sayang, ada apa? Kenapa kalian ...."
Lilis, wanita paruh baya yang masih cantik di usianya itu terkejut melihat kedatangan puri bungsunya, Andin, dan menantunya Rafa. Mereka sedang membawa koper di kedua tangannya.
Sebenarnya ada apa ini? Apakah terjadi sesuatu di tempat tinggal mereka sebelumnya? Apakah mereka di usir di apartemen sehingga mereka harus pindah? Ya, Lilis yakin. Aluna, dan Noval, sahabatnya sekaligus orang tua Rafa sudah membeli apartemen sebagai hadiah pernikahan Andin, dan anaknya. Tapi, ada apa ini?
"Bunda ...," Andin dengan cepat memeluk ibunya erat. "Andin, dan Mas Rafa baik-baik saja. Bunda, jangan kaget gitu." Ia mengelus punggung Bundanya.
Ya, sepertinya ibunya itu terkejut. Lihat saja wajah paniknya ketika ia, dan Rafa baru saja datang dengan membawa beberapa koper. Ah, ia tidak tega melihatnya. Walaupun ia sering berantem dengan Ibunya. Ia tahu ibunya itu sangat menyanyanginya.
"Bagaimana Bunda nggak kaget. Kalian di usir dari apartemen kalian? Aluna, Noval. Awas saja, gue kasih pelajaran nanti. Bisa-bisanya mereka bohongin gue. Mereka bilang apartemennya sudah dibeli, tapi apa ini? Kenapa kalian—"
"Bunda, tenang." Andin dengan cepat menghentikan ucapan ibunya yang sudah melantur itu. Ia memegang tangan ibunya, dan mengelusnya. Astaga, bundanya sudah salah paham.
Ini tidak ada hubungannya dengan pengusiran, atau apapun. Ia, dan Rafa memutuskan untuk pergi dari apartemen untuk menghindari hal yang tidak di inginkan. Gladys, ya gadis itu pasti melakukan sesuatu jika Rafa tidak ada disampingnya. Buktinya saja ia sudah berani mengancamnya, dan mendatangi apartemennya.
"Bunda, kita nggak diusir dari apartemen. Ini kemauan kita. Andin, dan Mas Rafa mulai dari sekarang akan tinggal di sini ya, Bun? Andin nggak mau jauh-jauh dari Bunda." Ia memeluk ibunya, dana menjelaskan apa maksud kedatangannya dengan Rafa. Ia tidak ingin ibunya berpikir semakin sejauh.
"Ya Allah, Bunda pikir kalian di usir." Lilis bernapas lega. Andin tertawa di pelukan ibunya, dan Rafa tersenyum.
"Anak nakal. Kalian berdua sudah membuat Bunda panik." Lilis memukul lengan Andin yang membuat Andin tertawa.
"Maaf, Bun. Bundanya saja yang berpikirnya macam-macam," kata Andin sambil melepaskan pelukannya, dan ia terkikik geli.
"Lalu, bagaimana dengan apartemen kalian?" kata Lilis. Ia menatap Andin, dan Rafa.
"Kita kosongkan. Setelah Rafa bekerja, dan menghasilkan uang sendiri. Rafa akan membeli rumah. Sebelum itu, ijinkan Rafa, dan Andin tinggal di sini," jawab Rafa kepada Ibu mertuanya. Ia meminta kepada ibu mertuanya untuk mengijinkan dirinya, dan Andin untuk tinggal sementara waktu.
"Apa? Jadi kalian nggak akan kembali lagi ke apartemen?" Lilis terlihat antusias. Tentu saja ia merasa senang. Rumahnya akan kembali ramai. Setelah anak-anaknya menikah. Ia jadi kesepian. Seperti ada yang kurang di dalam rumah megahnya itu.
"Iya, Bun. Ijinkan kami tinggal di sini." Andin mengangguk, dan ia terlihat memohon kepada ibunya.
"Apa maksud kamu? Tentu saja Bunda akan menyetujuinya. Selamanya kalian tinggal di sini juga nggak apa-apa, Bunda, dan Ayah akan merasa senang jika itu benar-benar terjadi, hihi." Lilis terkikik geli atas ucapan terakhirnya.
"Benarkah? Huwa ... makasih. Sayang Bunda." Andin kembali memeluk ibunya erat.
"Iya," jawab Lilis. Ia membalas pelukan Andin tidak kalah erat.
"Makasih, Bun," kata Rafa kepada Lilis dengan senyumannya.
"Iya, sayang." Lilis mengangguk, dan tersenyum kepada Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomancePerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...