CHAPTER 76

4.9K 480 15
                                    

"GLADYS!"

Suara bariton Rafa mengagetkan Galdys, dan Mona. Kedua gadis itu tampak ketakutan ketika melihat Rafa yang terlihat marah, dan menatapnya tajam.

"Raf, gue nggak ikut-an, sumpah." Mona terlihat panik.

"Raf, gue ...." Gladys menggigit bibirnya. Ia terlihat resah.

****

Rafa menghampiri meja Gladys, dan Mona dengan langkah lebar. Matanya berkilat marah, kedua tangannya mengepal erat. Di ikuti teman-temannya. Mereka juga terlihat marah, dan kesal.

Beberapa Pengunjung yang rata-rata mahasiswa ini seolah penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Mereka berbisik, tetapi ada juga yang bersikap tidak perduli. Mereka lebih memilih makan, menikmati secangkir kopi, dan mengobrol santai bersama teman-temannya.

"Sialan! Gue harus cepat-cepat kabur. Sebelum Rafa berhasil menangkap gue."

Baru beberapa langkah Gladys berjalan. Tangannya sudah di tahan oleh Rafa.

"Mau kemana? Mau kabur?" Rafa tersenyum devil. Gladys meneguk salivanya. Seketika suasana di sana berubah menjadi dingin.

"Sakit, Raf. Kamu melukai aku." Gladys berusaha meronta, dan lepaskan cengkeraman Rafa yang sangat kuat itu.

"Kemarin lo sengaja menabrak bahu Andin? Lalu, kenapa lo tiba-tiba lari ketika melihat gue?" geram Rafa. Ia menatap Gladys sengit.

"A-aku nggak lari. Raf, lepasin tangan aku sakit." Gladys kembali meronta. Ia bahkan sesekali merintih kesakitan.

"Lo lari begitu melihat gue bangsat! Masih aja nggak mau ngaku." Rafa teriak di depan Gladys. Membuat gadis berlonjak itu kaget, dan memejamkan kedua matanya.

"Itu karena aku terburu-buru. Makanya langsung pergi," alibi Gladys.

"Bullshit!" teriak Rafa kembali. Lagi, dan lagi Gladys memejamkan kedua matanya. Dengan cepat melepaskan cengkeraman tangannya dari Gladys dengan kasar.

"Lalu, apa maksud ucapan lo sama wanita ini?!" geram Rafa kepada Gladys sambil menunjuk Mona. Rahangnya mengeras.

Gladys hanya diam. Ia tidak menjawab pertanyaan Rafa. Hal itu membuat Rafa frustrasi.

"Jawab. Lo bisu?!" Rafa menendang kursi. Hal itu membuat Mona, dan Gladys berlonjak kaget. Begitu pula, dengan beberapa pengunjung kafe.

"A-pa maksud kamu. Kita berdua nggak membicarakan apa-apa?" Gladys berusaha tidak mengerti apa maksud perkataan Rafa. Matanya menatap segala arah. Tidak berani menatap mata Rafa yang seolah mengulitinya hidup-hidup.

Sial. Andin, gue akan membuat perhitungan sama lo. Lihat aja nanti. Gladys terlihat marah. Tidak lama ia tersenyum culas.

Rafa tertawa ketika mendengar ucapan Gladys. Tawa yang membuat semua orang bergidik ngeri ketika mendengarnya.

"Telinga gue masih berfungsi dengan baik, bangsat!" Rafa terlihat marah. Ia menendang kursi kembali yang membuat Gladys, dan Mona berlonjak kaget.

Tidak jauh berbeda dengan beberapa pengunjung di kafe. Mereka juga terkejut. Tidak ada yang berani menghentikan Rafa. Begitu pula, dengan kelima teman-temannya.

"Kalian berdua bersaudara? Really? Wow ... pantes. Sama-sama busuk," sindir Rafa. Hal itu membuat Mona, Gladys dengan cepat menatap Rafa. Gladys terlihat tidak suka. Sementara Mona tampak diam menunduk.

"Apa? kalian berdua nggak setuju?" tanya Rafa dingin kepada Gladys, dan Mona.

"Andin emang nggak cocok sama kamu. Hanya aku yang cocok sama kamu!" seru Gladys.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang