CHAPTER 45

19.6K 1.1K 117
                                    

Malam ini Andin tidak bisa tidur nyenyak. Ia merasakan perutnya tiba-tiba sakit kembali. Astaga, ia sangat benci disaat-saat seperti ini.

"Rafa nggak ke bangun kan gara-gara gue?" gumam Andin pelan sambil melihat Rafa dengan hati-hati.

Bagaimana tidak, Andin tidak mau diam. Ia menggerakan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Ia mencari posisi yang enak agar perutnya tidak merasakan sakit.

"Ckk! Paling benci kalau udah seperti ini." Andin berdecak dengan sendirinya. Ya, Ia sangat benci kalau perutnya tiba-tiba sakit ketika datang bulan.

Andin mencari posisinya kembali. Ia membelakangi Rafa sambil memegang perutnya. Bahkan ia meringkuk menahan sakit di perutnya.

"Menyebalkan," gumam Andin kesal sambil memejamkan matanya.

Andin merasakan tiba-tiba tangan Rafa memeluknya. Bahkan ia bisa merasakan Rafa mempersempit jarak diantara keduanya. Ia tersentak kaget.

"Ra-rafa..." gugupnya. Ia dengan cepat membuka matanya dan ia melihat tangan Rafa memeluk pinggang rampinganya. Ia bahkan tidak percaya dengan apa yang Rafa lakukan.

"Kenapa? Perut lo sakit lagi?" kata Rafa dengan suara seraknya ditelinga Andin.

Andin meneguk salivanya atas ucapan Rafa dan ia bisa merasakan terpaan napas Rafa ditelinganya. Ia pikir Rafa tertidur dan tidak sengaja memeluknya, tetapi ternyata tidak. Rafa tersadar. Walaupun Andin tahu Rafa terbangun dari suara seraknya ketika berbicara.

"Maaf, lo pasti ke bangun karena gue," kata Andin sesal. Ia memegang lengan Rafa yang sedang memeluknya erat itu.

Rafa menggelengkan kepalanya. Andin bisa merasakan di lehernya. Astaga. Posisi mereka sangat intim. Ia jadi ragu untuk berbalik kearah Rafa.

Dengan cepat tangan Rafa menelusuk masuk ke dalam baju Andin yang membuat Andin membelalakkan kedua matanya. "Ra-rafa, apa yang lo..."

"Memijatnya. Kata Brian, selain dikompres dengan air hangat, memijat lembut pada bagian bawah perut dengan gerakan memutar. Bisa meredakan kram diperut ketika datang bulan."

"A-apa? Bawah perut. Ja-jangan!" Andin dengan cepat menahan dan menarik tangan Rafa yang ingin memijatnya kembali.

Bagaimana kalau tangan Rafa sampai menjalar kemana-mana. Astaga. Pikiran Andin sudah berpikir yang tidak-tidak..

"Sebentar," pinta Rafa kepada Andin sambil menyingkap selimut dan sepertinya Rafa tidak mendengarkan ucapan Andin.

Andin melihat Rafa sedang mengambil minyak aromaterapi yang berada disamping lampu tidur yang dimana memperlihatkan punggung tegapnya dan ia tidak memakai baju. Berarti Rafa memeluknya tadi dengan bertelanjang dada? Ia pikir Rafa mengenakan kaos oblong.

Makin kesini ia sudah terbiasa dengan Rafa yag tidur tidak menenakan baju yang memperlihatkan perut kotak-kotaknya, tetapi tetap saja Andin suka dibuat gugup ketika melihat perut kotak-kotak Rafa dan lengan berototnya.

Sebentar, sejak kapan ada minyak aromaterapi disana. Andin bertanya-tanya di dalam hatinya.

"Bagaimana bisa..."

"Gue sudah mempersiapkannya untuk jaga-jaga kalau perut lo sakit lagi."

"Apa?"

"Ng-nggak usah. Be-bentar lagi juga sembuh." Andin terbangun dan dengan cepat ia menekan bajunya ketika Rafa ingin membuka baju Andin.

"Jangan batu."

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang