"Seperti bisa, seperti anak kecil," kata Rafa sambil membersihkan bibir Andin menggunakan ibu jarinya yang berantakan memakan burger. Setelah itu ia menjilat ibu jarinya.
Andin hanya terkekeh geli. Ia kembali memakan makanannya.
"Kamu ini." Setelah menjilatnya Rafa membersihkannya menggunakan tissue.
Andin, dan Rafa tidak menyadari bahwa ada sepasang mata hazel sedang menatapnya dari kejauhan. Ia terlihat terkejut. Matanya mengisyaratkan kerinduan yang amat dalam.
****
Rasanya ia ingin memeluknya sangat erat. Sudah lama sekali ia tidak melihat gadis itu. Setelah perpisahannya terakhir kali, ia benar-benar menepati ucapannya untuk tidak mengganggu Andin, dan Rafa. Ia seolah menghilang dari kehidupan gadis itu.
"Aku kangen," gumamnya pelan.
Ya, lelaki itu Reza. Matanya terus menatap Andin yang sedang memakan burgernya dengan lahap. Untuk pertama kalinya ia melihat Andin kembali. Ia berusaha mati-mati an menghindarinya, atau mendengar berita Andin, dan Rafa yang hari semakin lengket.
"Lo semua udah memilih rumah sakit untuk kita koas nanti?" tanya Rio, sahabat Reza. Sementara Reza, lelaki itu tidak mendengarkan ucapan salah satu temannya. Matanya fokus menatap gadis yang masih setia namanya di ukir di dalam hatinya
"Nggak tahu lah gue. Biar kampus aja merekomendasikan. Lagi malas milih gue," jawab Putra. Seolah ia sudah lelah.
"Mulut gue pahit guys, pengen ngerokok. Kenapa kita ada di ruangan yang dilarang merokok sih!" ucap Alif kepada teman-temannya. Ia terlihat kesal.
"Gue sengaja memilih di sini biar nih anak satu nggak ngerokok. Kasihan gue ngelihatnya. Penampilannya juga udah acak-acak an. Seperti bukan Reza yang kita kenal," jelas Rio. Tidak lama mereka bertiga menatap Reza ngeri. Tentu saja mereka tahu apa yang terjadi dengan sahabatnya itu.
"Za, lo baik-baik aja?" tanya Putra khawatir. Sementara Reza tidak menjawab. Matanya tetap fokus menatap salah satu objek yang sangat ia rindukan.
Mereka bertiga terlihat bingung ketika Reza tidak mendengarkan ucapannya. Ketika mereka mengikuti arah pandang Reza, mereka terkejut. Di depan sana sedang Andin, dan Rafa sedang memakan burger.
"Sejak kapan mereka ... "
"Yang sabar, bro. Lo berdua nggak berjodoh. Ikhlaskan. Gue yakin lo akan menemukan cewek yang lebih baik dari Andin." Rio menepuk pundak Reza yang membuat Reza berlonjak kaget. Tidak lama ia tersenyum pahit mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Gue sering melihat Gladys ke kelas kita, dan mengobrol sama lo. Lo nggak berniat untuk ikut rencana dia kan? Za, ki—"
Reza tersenyum, dan menggelengkan kepalanya. "Gue nggak segila cewek itu. Gue emang masih mencintai Andin, tetapi mendapatkan Andin dengan hal licik bukan tipe gue. Jika cewek gila itu menyakiti Andin gue juga nggak akan segan-segan menyakitinya, dan sudah pasti Rafa juga akan menjadi tameng untuk Andin."
Lagi, Reza menatap Andin. Ia kembali melihat adegan yang membuat dadanya nyeri. Di depan sana Rafa sedang mengelus puncak kepala Andin. Jelas terlihat bahwa lelaki itu sangat mencintai Andin, dari tatapan matanya.
"Gue juga setuju sih. Sudah pasti, teman-temannya Rafa akan ikut andil juga kalau Andin kenapa-kenapa, dan gara-gara itu juga banyak yang iri sama Andin."
"Hmm," dehem Reza. Ia memang setuju atas ucapan salah satu sahabatnya itu.
"Btw Andin sekarang lebih berisi ya?" tanya Putra tiba-tiba kepada teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
Roman d'amourPerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...