CHAPTER 22

21.8K 1.2K 86
                                    

"Jangan lama-lama masaknya gue udah lapar."

"Ehh!"

Andin terdiam atas perlakuan Rafa. Setelah mencuci dan mengeringkan tangannya sebelum pergi Rafa mengacak rambut Andin dan setelah itu Rafa pergi meninggalkan Andin dengan keterkejutan.

Astaga, apa kabar dengan jantung gue?! Tanggung jawab woy!! Batinnya.

****

Andin melihat Rafa sedang duduk di meja makan sambil bermain ponsel. Andin harus cepat selesai memasak. Bagaimanapun juga Andin tidak mau Rafa menunggu lama dengan perut lapar.

Tanpa sepengatuhan Andin, Rafa memperhatikan Andin di balik ruang makan sambil tersenyum.

Cukup lama Andin memasak dan itu membuat Andin merasa tidak enak dengan Rafa.

"Sorry kelamaan masaknya," ucap Andin sambil membawa mangkuk yang berisi sayur lodeh.

Rafa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

Andin lari kembali ke dapur untuk mengambil ayam yang tadi ia masak dan tidak lupa juga Andin membawa dua buah piring dan sendok.

Tidak beberapa lama Andin kembali sambil menghapus keringatnya yang bercucuran di dahinya menggunakan punggung tangan kanan miliknya dan itu semua tidak luput dari pandangan Rafa.

"Sebentar."

Rafa pergi meninggalkan Andin diruang makan.

"Eh, katanya mau makan kok pergi?!"

"Ngambil sesuatu di ruang tamu."

"Jangan lama-lama." Rafa mengangguk atas perintah Andin.

Andin menata masakan di ruang makan dan tidak lama Rafa kembali dan sudah berada di samping Andin.

"Ehh!"

"Coba lihat."

Andin diam terpaku ketika Rafa membalikkan tubuh Andin. Dengan telaten Rafa menghapus keringat yang berjatuhan di dahi Andin menggunakan tissue yang Rafa bawa dari ruang tamu.

Glek.

Andin menelan salivanya gugup dan Andin diam tak berkutik. Bahkan Rafa tidak memperdulikan keterkejutan Andin.

Jadi lo ke ruang tamu cuman ngambil tissue buat ngelapin keringat gue?! Kok lo sosweet Raf, batinnya

Jarak mereka sangat dekat. Sudah Andin katakan bukan, Andin tidak kuat jika harus berada diposisi sangat intim dengan Rafa dan tidak baik untuk kesehatan jantung Andin. Jarak mereka hanya dua senti. Andin bisa merasakan hembusan nafas Rafa yang beraroma mint yang menerpa wajahnya.

"Ra-fa... Lo..."

Andin masih dalam mode terpukau atas perlakuan Rafa. Andin tanpa sadar menatap wajah Rafa begitu intens.

"Udah selesai, ayo makan."

Kenapa cepat banget, gue kan belum puas ngelihat wajah lo dalam jarak yang sedekat ini. Astaga! Apa yang gue pikirkan, batinnya.

Rafa mendudukan Andin di kursi ruang makan.

"Gu-gue mau ganti baju dulu. Ah tidak, gu-gue mau mandi dulu, l-l-lo makan aja duluan dan juga gue mau mengistirahatkan detak jantung gue dulu Rafa!"

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang