"Eh! Kenapa?" Andin mengernyitkan dahi ketika Rafa tidak duduk juga untuk sarapan.
Bagaimana tidak, setelah ia turun dari tangga. Rafa terlihat terkejut ketika melihat dirinya sedang menata meja makan. Apakah ada yang salah? Apa ia berpikir bahwa ia ini hantu? Astaga, Andin tidak mengerti akan jalan pikiran Rafa.
"Raf..."
Tidak ada jawaban dari Rafa. Ia masih saja diam.
"Duduk Raf, apa lo nggak pegal berdiri terus."
Sejujurnya Andin saja pegal melihatnya. Lalu, bagaimana dengan Rafa? Astaga, sebenarnya ada apa dengan Rafa.
"Kenapa lo ada disini?"
Akhirnya Rafa membuka suaranya setelah sekian lama ia terdiam dengan keterkejutannya terhadap Andin.
Dahi Andin mengernyit. "Hah! I-ini kan apartemen gue juga. Lalu, kenapa gue harus pergi?"
"Lo nggak menghindari gue?" tanyanya kembali.
Dahi Andin mengernyit kembali. "A-apa? Menghindari? Kenapa gue harus menghindari lo?"
"Tentang kejadian semalam..."
Astaga, kenapa Rafa jadi membahas itu. Seketika wajah Andin sudah semerah tomat. "Ekhem, gue berusaha untuk terbiasa."
Ya, sudah Andin putuskan. Ia tidak akan menghindari Rafa. Ia berusaha untuk terbiasa akan ciuman Rafa, atau sikap Rafa yang sangat jarang ia tunjukan ketika dulu.
"Jadi lo nggak marah?"
Andin menganggukkan kepalanya dan tersenyum kepada Rafa. "Nggak, gue cuman malu aja jika mengingat kejadian semalam."
"Syukurlah. Gue pikir pagi ini lo akan menghindari gue lagi, atau nggak pergi ke kampus lebih dulu bareng Raka." Rafa membuang napas lega. Ia menyisir rambutnya kebelakang, tidak lupa juga dengan senyumannya. Setelah itu ia duduk di kursi makan.
Astaga, jantung Andin berdetak dengan sangat kencang ketika ia melihat senyuman Rafa dan mendengar helaan napas Rafa yang terdengar lega itu.
"Ke-kenapa lo bisa berpikiran seperti itu?"
"Apa lo masih ingat. Dulu lo pernah menghindari gue. Ketika pagi-pagi gue tidak melihat keberadaan lo dan ternyata lo pergi lebih dulu ke rumah orangtua kita dan lo meninggalkan gue sendirian disini."
Ah... Acara tujuh bulanannya kak Sindy, batinnya.
Andin tertawa. "Gue malu waktu itu, makanya lo gue tinggalin. Maaf ya."
"Ketika sampai sana juga lo masih tetap menghindari gue. Bahkan gue nggak melihat batang hidung lo." Rafa mendengus kesal ketika mengingat kejadian waktu itu.
Andin tersenyum kikuk. "Gue bersembunyi ketika melihat lo."
Ya, Andin bersembunyi di kerumunan orang banyak di rumah Rafa yang dimana pada saat itu sedang ramai acara tujuh bulanan Sindy.
"Ckk!" Rafa berdecak.
"Tapi, akhirnya lo kan menemukan gue waktu itu."
Ya, Rafa memang menemukannya pada saat itu yang dimana Andin sedang berdua dengan kakaknya, Aldi.
"Iya, tapi waktu itu lo mau menghindari gue lagi kan?"
Andin mengingat kembali. Pada saat itu ia memang menyuruh kakaknya untuk tidak pergi dan meninggalkan dirinya hanya berdua bersama Rafa. Bahkan ia pernah menarik baju Aldi pada saat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomancePerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...