CHAPTER 66

12.5K 917 110
                                    

"Awas saja kalau kamu memikirkan, Revan. Aku cium kamu sampai kehabisan napas. Tidak, bukan hanya itu saja, aku akan membuat kamu tidak bisa berjalan malam ini."

Brak!

Pintu mobil tertutup dengan keras pertanda bahwa Rafa sedang marah. Ya, ia terlihat sebal. Namun, berbeda dengan Andin. Ia terkikik geli.

Sekarang mereka sudah berada di halaman Hermawan. Memang, sepanjang perjalanan menuju pulang ke rumah Rafa terus saja mendumel karena Andin selalu saja membicarakan Revan yang tambak acuh kepada dirinya.

"Cepat, katakan. Kamu lagi memikirkan Revan, 'kan?" todong Rafa kepada Andin.

Bukankah kamu tahu sikap buruk aku? Cepat katakan bagaimana caranya menghilangkan kejadian Revan yang cuek sama aku beberapa jam yang lalu?"

"Ck! Minggir, aku mau masuk."

Rafa pergi begitu saja meninggalkan Andin di tempat parkir rumahnya itu.

Lihat, kenapa sikap Rafa begitu menggemaskan. Apakah ia cemburu kepada Revan? Padahal, suaminya itu jelas tahu bahwa Revan sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

"Mas, tunggu aku."

Andin berlari kecil menyusul Rafa yang dimana berjalan dengan langkah lebar. Ia sesekali ia tertawa melihat tingkah Rafa. Tentu saja ia jelas tahu bahwa suaminya itu sedang marah.

Cup.

Andin dengan cepat mencium bibir Rafa begitu ia berhasil menghentikan langkah lebar Rafa.

"Kamu. Apa kamu pikir aku memaafkan kamu karena sudah mencium a-"

Cup.

Andin berjinjit, dan ia berhasil mencium Rafa kembali. Hal itu membuat Rafa terdiam. Sementara Andin tertawa.

"Kamu ...."

Andin bersedekap. Ia tertawa. "Kenapa? Kalau nggak seperti itu kamu akan te-"

Rafa dengan cepat membungkam bibir Andin. Jangan salahkan ia yang bersikap seperti itu. Siapa suruh berani mencium dirinya duluan.

Andin terbuai akan ciuman Rafa, tetapi tidak lama ia tersadar kembali bahwa mereka sedang berada di halaman rumah. Dengan cepat ia mendorong Rafa.

"Kamu sudah gila?!" Andin panik. Ia mengedarkan pandangannya. Ia takut ada orang yang memergoki mereka.

Rafa tertawa. Ia mengelap bibirnya dengan ibu jarinya. Napasnya memburu.

"Kamu duluan yang mulai," bisik Rafa di telinga Andin.

Andin terdiam. Dengan cepat ia memeluk Rafa erat, dan membenamkan kepalanya di dada bidang Rafa.

"Jangan marah lagi ya? Aku minta maaf."

"Hmm."

Rafa membalas pelukan Andin tidak kalah erat. Ia bahkan mencium puncak kepala Andin beberapa kali. Andin yang diperlakukan seperti itu tersenyum di pelukan Rafa.

"Pacaran terus," kata Lilis. Ia tersenyum menggoda kedua sejoli yang sedang berpelukan itu.

Andin, dan Rafa yang sedang berpelukan itu terkejut ketika mereka mendengar suara yang mengagetkan mereka, dengan cepat mereka berdua melepaskan pelukannya.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang