Malam telah datang. Langit yang awalnya berwarna jingga, berubah menjadi warna gelap. Bintang-bintang bersinar terang menunjukan betapa cantiknya ia dimalam hari. Udara malam yang terasa dingin, tetapi itu tidak membuat Andin kedinginan.
Andin sedang berdiri di balkon kamarnya. Ia sedang menatap bintang-bintang sambil memikirkan kembali kejadian tadi malam bahwa ia akan dijodohkan dengan teman masa kecilnya, yaitu Rafa.
Bagaimana bisa? Entahlah. Lalu bagaimana dengan pacarnya Reza. Oh astaga Andin pusing jika memikirkan itu. Cukup masa kecilnya dan sampai hari ini ia bersama Rafa. Tidak untuk seumur hidup.
Tidak jauh berbeda dengan Rafa, ia hampir sama dengan Andin, bahkan ia sampai tidak bisa tidur. Ia memutuskan ke balkon kamarnya untuk mencari udara malam. Agar ia bisa menyegarkan kembali pikirannya.
Ketika sampai balkon, Rafa melihat Andin sedang melamun. Rafa yakin, ia pasti sedang memikirkan sama apa yang ia pikirkan.
"Lah, ngapain lo?"
Andin hanya mendengkus. Tanpa melihatnya ia sudah tahu itu pasti Rafa.
"Gue masih nggak percaya aja bagaimana bisa gue sama lo bakalan nikah, dan menjadi suami istri dalam waktu dua bulan ke depa? Ck!"
"Sama gue juga."
"Sepertinya keluarga kita sudah pada tahu dari respon Abang Al, dan Kak Rama. Cuman kita berdua yang belum tahu," ucap Andin.
"Hmm."
"Ini semua gara-gara lo nggak ngerti dengan isyarat gue, pasti nggk akan kayak gini. Setidaknya bisa mengulur waktu."
Rafa mengagguk setuju dengan ucapan Andin. Ini semua juga salahnya. Ia tidak bisa menangkap isyarat dari Andin.
Rafa jadi mengengingat kejadian ketika Andin ke rumahnya, bertepatan dengan kakak laki-lakinya kembali dari Singapura. Andin bersikap aneh ketika Ayah Rafa memberitahukan keluarganya bahwa mereka akan ke rumah Andin malam nanti.
"Bentar, lo udah tahu?" ucap Rafa menatap Andin. Andin mengangguk, tetapi ia tidak melihat wajah Rafa yang marah.
"Lo bilang, lo nggak tahu, dan lo nggk bilang sama gue?" Rafa menatap Andin tajam. Hal itu membuat Andin merasa terintimidasi.
"Eh! A-apa? Y-yakh! ... berhenti menatap gue seperti itu. gu-gue ... iya ... iya .. ini mau gue jelasin." Astaga, Andin merinding dengan tatapan tajam Rafa.
"Gu-gue aja baru tahu setelah gue ke rumah lo tadi." Andin gugup. Ia tidak berani menatap Rafa. Rafa menatap Andin tajam.
Rafa mengernyitkan dahi.
"Itu aja pas tante Aluna bilang 'nggak apa-apa sebentar lagi juga kamu akan menjadi menantu tante tidak akan lama lagi sama seperti Sindy' gue pikir Tante Aluna cuman bercanda, ternyata beneran."
Ya, apa yang Andin pikirkan selama ini benar. Buktinya mereka sudah terikat.
Rafa mulai melunak. Andin menatap Rafa pelan-pelan. Andin membuang nafas lega, karena Rafa sudah tidak menatap Andin tajam lagi.
"Gu-gue juga masih nggak percaya kenapa akan secepat ini. Gimana hubungan gue sama Reza nanti."
Rafa hanya diam.
"Lagi pula, itu hanya firasat gue, dan malamnya terjadi."
Rafa kembali diam.
"Gue harus gimana? Masa iya gue harus putusin Reza, tapi gue kan suka sama dia. Lah lo mah enak lagi nggak deket sama siapa-siapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomancePerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...