CHAPTER 93

5.5K 382 35
                                    

"Kenapa kamu masih ada di sini? Ayo, anak-anak yang lain pasti sudah berada di pantai," ajak Rafa kepada Andin, karena ia melihat istrinya itu seperti tidak ada niatan untuk ke pantai.

Buktinya saja masih betah duduk di tempat tidur setelah beberapa menit yang lalu mereka mandi bersama. Padahal ia dan teman-temannya sudah berjanji akan bertemu di sana, dan menikmati sunset.

Andin yang mendengar ucapan Rafa dengan cepat menatap suaminya tajam. Ia memalingkan wajahnya, dan bersedekap. Mulutnya tidak berhenti menggerutu.

Rafa yang melihatnya tersenyum geli. Pasti istrinya sedang mengutuki dirinya atas ulahnya tadi di kamar mandi.

"Kamu marah?" tanya Rafa. Ia menghampiri istrinya yang sedang di duduk sambil bersandar di tempat tidur.

Andin hanya menatap Rafa sekilas. Tidak lama ia memalingkan wajahnya kembali. Lagi, Rafa tersenyum geli melihat tingkat istrinya.

Begitu menggemaskan, pikirnya.

"Aku minta maaf. Aku khilaf." Rafa dengan cepat menarik Andin, dan memeluk pinggang ramping istrinya erat. Ia menaruh dagunya di bahu sang istri.

Ya, gara-gara ulah suaminya ia jadi tidak menikmati sunset di pantai sore hari ini. Bagaimana tidak, suaminya itu memberikan kiss mark di leher, dan di dadanya. Ia bisa saja menutupinya menggunakan conclear. Hanya saja ia memilih berdiam diri di kamar. Ia tidak ingin teman-temannya menatap dirinya aneh ketika ia, dan Rafa sampai di pantai nanti dengan memakai pakaian yang menutupi lehernya.

Andin yang mendengarnya dengan cepat mencubit pinggang Rafa gemas. Hal membuat pelukan Rafa terlepas.

"Rasain."

Rafa bukannya merintih kesakitan, tetapi ia malah tertawa. Hal itu membuat Andin kembali kesal.

"Iya, iya, aku minta maaf," kata Rafa kembali, tetapi dengan tawanya. Tidak lama ia mengacak rambut Andin gemas.

Andin cemberut.

Rafa tersenyum kembali. Ia merapihkan rambut Andin. "Kamu tahu, aku berusaha untuk menahannya pada saat itu, tetapi aku juga lelaki normal yang—"

"Stop." Andin dengan cepat menaruh telunjuknya di bibir Rafa. Hal itu membuat Rafa menghentikan ucapannya. Ia mengangguk menahan senyum.

"Cepat kamu hubungi anak-anak. Aku nggak mau nanti mereka menunggu kita," kata Andin. Ia memeluk Rafa, dan menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya itu.

Rafa yang melihatnya tersenyum. Istrinya sudah tidak marah lagi.

"Hmm," balasnya sambik mengelus puncak kepala Andin.

"Sebentar," kata Andin tiba-tiba. Ia dengan cepat melepaskan pelukannya dari Rafa.

"Kamu mau ke mana?" Dahi Rafa mengernyit.

"Ambil ini, hehe." Andin menyengir di akhir ucapannya.

Rafa menggelengkan kepalanya. Padahal, ia bisa mengambilkan ponsel Andin yang berada di atas nakas, dan kebetulan ponselnya juga berada di sana.

"Ini cepat kamu telepon anak-anak. Aku males ngomong." Andin memberikan ponselnya kepada Rafa.

Rafa mengangguk mengerti. Sangat mudah untuk membuka ponsel Andin. Ya, karena ia mengetahui password ponsel Andin. Begitu pula, sebaliknya.

Ketika Rafa menghidupkan ponsel Andin, ia terkejut ketika mendapati foto dirinya, dan Andin yang berbalut baju pengantin yang sebagai lockscreen ponselnya.

"Ini ...."

Andin yang mendengar ucapan Rafa mengangguk. "Hmm, foto waktu kita menikah dulu. Kamu suka?"

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang