"Guys ... kangen gue kan lo semua? Hihi."
"A-andin ...." Semua yang berada disana terkejut ketika melihat Andin, dan Rafa sudah berada di antara mereka.
Bagaimana tidak, beberapa jam yang lalu Rafa memberitahukan kepada Diki lewat telepon bahwa ia, dan Andin tidak jadi ikut melihat sunset bersama-sama. Ya, Diki, dan semua teman-temannya mendengar Andin menangis. Walaupun mereka tidak tahu apa yang membuat sahabatnya itu tangisi.
Mereka tidak mempermasalahkan Andin, dan Rafa. Toh, Rafa pasti sedang menenangkan Andin yang menangis. Lalu, kenapa sekarang kedua sahabatnya ini sudah berada di antara mereka. Tentu saja mereka merasa senang.
"Kya ... Andin!" seru Lisa. Ia terlihat senang. Dengan cepat ia menghampiri sahabatnya itu.
Andin terkikik geli. Sementara Rafa menggelengkan kepalanya.
"Bebeb, acu ...," kata Lisa kembali. Setelah itu ia memeluk Andin erat. Diikuti Kayla, Sarah, dan Sherly. Mereka berpelukan.
Rafa dengan cepat memberi ruang kepada teman-teman Andin. Ia tersenyum di ikuti teman-temannya
"Akhirnya gabung juga ya lo," kata Diki kepada Rafa sambil bertos ria, diikuti Firman, Brian, dan Rizky.
"Andin, sumpah demi apa lo jadi ke sini juga," pekik Sherly senang ketika ia, dan teman-temannya sudah melepaskan pelukannya dari Andin.
Andin yang mendengarnya hanya terkikik geli.
"Iya, gue senang banget bisa melihat sunset bareng lo juga," tukas Kayla. Lagi, Andin hanya terkikik geli.
"Emang, sampai kaget gue tiba-tiba lo berdua nongol. Haha." Diki tertawa di akhir ucapannya.
"Nah itu. Gue pikir juga nih anak menikmati masa berdua di kamar seperti apa yang lo katakan di telepon tadi. Tahunya nyusul kita ke sini," jelas Rizky dengan tawanya.
Rafa hanya diam ketika mendengar ucapan Rizky. Jika boleh jujur tentu saja ia akan lebih memilih tetap berada di kamar dalam pelukan istrinya. Apalagi tadi Andin menangis.
"Tapi ... lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Sarah khawatir. Ia menggenggam tangan sahabatnya itu.
"Lo di apa in sama Rafa? Apa dia ngebentak lo? Apa dia berbuat jahat sama lo?" kali ini Kayla yang bertanya kepada Andin.
Andin tersenyum melihat kedua sahabatnya itu yang terlihat khawatir kepada dirinya. Tidak lupa dengan Sherly, dan Lisa yang kembali memeluk Andin. Lagi, dan lagi ia berucap syukur memiliki sahabat seperti mereka.
"Guys, sumpah gue baik-baik aja. Tadi gue nangis, karena gue lupa kasih tahu Bunda kalau gue sudah sampai Bali. Bunda marah-marah menunggu kabar dari gue. Ya gue mana tahu kalau Bunda ... Bunda ... Huwa ...."
Semua yang berada disana panik ketika Andin tiba-tiba menangis kembali. Padahal beberapa menit yang lalu sahabatnya itu tertawa, dan sekarang tiba-tiba menangis.
Rafa dengan sigap menghampiri Andin. Ia menariknya ke dalam pelukannya, dan menenggelamkan kepala Andin di dada bidangnya.
"Ck!" Rafa berdecak. Teman-teman Andin yang mendengar Rafa berdecak bergidik ngeri.
"Hormon bumil, ingat." Brian memberitahukan kepada teman-temannya. Seketika semua teman-temannya mengangguk mengerti.
"Su-sudah, jangan nangis lagi." Sarah mengelus punggung Andin dengan perasaan takut, karena Rafa sedang berada diantara mereka apalagi sedang memeluk Andin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomancePerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...