"Eh! Kita ngapain kesini? Kita kan udah belanja bulanan."
Andin dibuat terkejut ketika ia baru saja menyadari bahwa mobil Rafa memasuki area basement mall. Memang, setelah kumpul-kumpul di taman Rafa beserta semuan teman-temanya setelah salat dzuhur, tidak lama mereka pulang karena harus belajar yang dimana mereka harus mengikuti ujian besok.
Andin pikir Rafa membawanya pulang dan ternyata ia dibawa kesebuah mall yang cukup terkenal di daerah Jakarta Pusat. Ia juga tidak tahu kenapa Rafa membawanya kesini.
"Rafa, ngapain?" Andin bertanya kembali kepada Rafa."
"Beli boneka."
"Heh! Apa? Bo-boneka?"
Dahi Andin mengernyit dan ia menatap Rafa tidak yakin.
"Iya, ayo, turun."
Sebelum pergi Rafa mencubit pipi Andin gemas yang membuat Andin terdiam.
"Eh! Ta-tapi—"
Ucapan Andin terpotong karena Rafa sudah keluar dari mobil terlebih dahulu.
Tuk.. Tuk..
Rafa mengetuk kaca jendela mobil yang Andin duduki. Ia menyuruh Andin untuk segera keluar dari mobil.
"Ayo," ajak Rafa sambil menggandeng tangan Andin untuk segera meninggalkan basement.
"Sebentar," cegah Andin.
"Kenapa?" Rafa mengernyitkan dahi atas ucapan Andin.
"Raf, kenapa kita ke mall ini? Bukankah dekat apartemen kita juga ada mall?" tanya Andin sambil melihat sekeliling basement.
Rafa menghela napas. "Gue takut ketemu Gladys lagi dan kalau lo mau tahu dia sekarang tinggal satu apartemen dengan kita."
"APA? Se-sejak kapan?"
Entah kenapa ia menjadi panik. Bagaimana jika Gladys tahu bahwa ia dan Rafa sudah menikah.
Andin jadi tahu sekarang. Pantas saja Rafa membawanya belanja bulanan dengan mall yang berbeda. Ternyata Gladys alasannya untuk ia tidak berbelanja di dekat mall apartemennya. Tapi, gara-gara itu juga ia bertemu dengan Mona. Gadis yang ingin ia hindari semasa sekolahnya.
"Belum lama ini."
Andin terdiam atas ucapan Rafa. Rafa yang melihat perubahan wajah Andin mengelus puncak kepala Andin.
"Jangan khawatir. Kalau Gladys berbuat jahat sama lo, lo kan ada gue. Apa lo lupa betapa seremnya gue waktu sekolah dulu."
Andin tertawa sambil memukul lengan Rafa. Ia mengangguk. Sekarang ia tidak sendiri. Kini ia dikelilingi oleh orang-orang yang menyanyanginya.
"Sudah, ayo."
Rafa dengan cepat membawa Andin pergi dari basement dan segera menaiki lift untuk memasuki mall. Tidak lupa juga ia menggandeng tangan Andin.
"Lo harus terbiasa mulai dari sekarang gue akan terus seperti ini ketika kita jalan beriringan." kata Rafa sambil mengangkat tangannya yang di genggam oleh Rafa dan menunjukkannya kepada Andin.
Andin terdiam dan tidak lama ia mengangguk tersenyum atas ucapan Rafa.
"Gue harap. Mulai saat ini lo harus terbiasa dengan gue yang akan mencium dahi lo sehabis bangun tidur."
Andin jadi memikirkan ucapan Rafa tadi pagi kepadanya. Lalu, setelah ini apa lagi yang akan Rafa ucapkan untuk ia mulai terbiasa akan perlakuan manis Rafa.
"Kita akan go public mulai besok."
Bagaikan terserang petir di siang hari. Andin menatap Rafa syok. "A-apa? Raf, are you kidding me?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomancePerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...