Andin merasakan mual, dan pusing di pagi hari. Ia juga tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Ia merasakan badannya tidak enak.
"Perasaan semalam gue baik-baik saja," gumamnya ketika melihat cermin. Ia melihat wajahnya yang pucat.
Ya, sekarang ia sedang berada di kamar mandi dan menatap penampilannya yang terlihat tidak baik. Wajah pucat, mata memerah, dan hidung terasa tersumbat.
Hoek ... Hoek ...
Entah untuk yang keberapa Andin muntah. Astaga, ada dengan dirinya. Setelah merasa cukup, ia kembali menatap dirinya di cermin.
Apa ini gara-gara gue yang memikirkan tentang Abang Al, jadinya gue sakit. batinnya.
Ya, bisa jadi. Akhir-akhir ini Andin terus saja berpikir tentang hubungan masa lalu kakaknya dengan Salsa. Belum lagi dengan lelaki bernama Alvin yang tiba-tiba mencium Salsa di hari pernikahan kakaknya. Rama, kakak iparnya juga sepertinya mengenal Alvin. Dari cara bicaranya semalam.
"Bukan urusan lo," kata Rama dingin.
Perkataan Rama, pada malam itu terdengar dingin. Andin saja sampai terkejut pada saat itu.
"Ngapain lo di sini?! Gue nggak ngundang lo!" kata Aldi. Jelas terlihat ketidaksukaannya terhadap Alvin.
"Apa maksud lo?! Tentu saja gue datang karena ini pernikahan sahabat gue."
Aldi, kakaknya juga tidak menyukai Alvin. Andin tidak tahu kenapa kakaknya itu tidak menyukai Alvin.
"Aduh ... kepala gue."
Semakin berpikir kepalanya semakin pusing. Andin menunduk dan menumpukan kedua tangannya di westafel.
"Kamu baik-baik saja?"
Andin tersentak kaget ketika pinggang rampingnya tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Ia juga bisa merasakan napas hangat Rafa di lehernya.
"Eh! Ka-kamu sudah bagun?" kaget Andin. Ia memegang tangan Rafa yang memeluk pinggangnya erat.
"Hmm, aku mendengar suara seseorang yang sedang muntah. Tanpa pikir panjang aku langsung lari ke sini.
Andin merasa geli ketika Rafa mendusel kepalanya di tengkuknya. Bahkan ia juga merasakan Rafa mencium tengkuknya yang membuat Andin menahan napas.
"Maaf, kamu pasti terbangun gara-gara ak—"
Rafa menggelengkan kepalanya di bahu Andin. Tidak lama Andin menjauhkan tangan Rafa yang memeluk pinggangnya dengan cepat.
Hoek ... hoek ...
Andin merasakan perutnya mual kembali. Bahkan sebelum ia melanjutkan ucapannya. Rafa yang melihat itu khawatir. Ia memijat tengkuk Andin pelan, dan sesekali menahan rambut Andin yang turun ke bawah.
Hoek ... hoek ...
"Sana." Andin mendorong-dorong tubuh Rafa agar pergi meninggalkan dirinya. Sejujurnya ia malu jika muntah di depan Rafa.
"Aku nggak mau." Rafa bersikeras untuk tidak meninggalkan Andin. Ia terus saja memijat tengkuk Andin.
"Sudah merasa baikan?"
"Hmm." Andin mengangguk.
Andin speechless ketika ia melihat Rafa membasuh mulutnya dan menghapusnya menggunakan tissue. Bahkan Rafa juga tidak segan-segan menghapus ingus Andin yang keluar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband
RomancePerjodohan yang sudah ada sejak lahir, sepasang sahabat menjodohkan anak mereka jika mereka sudah bertumbuh dewasa. "Senyum dikit kek kaku amat kek triplek," Andini Putri Hermawan. "Diam, atau lo mau gue cium," Rafa Fauzan Kamil. WARNING! 🚨 SUKA ME...