CHAPTER 84

4.9K 481 38
                                    

"Raf, lo dimana?" kata Brian. Ia mencari ke kamar sahabatnya itu yang tampak tidak terkunci. Ia tidak menemukan apa-apa. Ketika ia mencari di kamar mandi juga kosong.

"Kenapa ntuh anak juga ngikut ngilang." Brian mengacak rambut frustrasi.

Brian masuki ruangan satunya. Ruangannya tidak terkunci. Ketika ia masuk betapa terkejutnya ia.

"Kalian sedang ngapain?" Brian menahan senyum.

****

Andin dengan cepat mendorong tubuh Rafa ketika mendengar ucapan yang tiba-tiba menginterupsinya.

"Sial," umpat Rafa. Ia menghapus bibirnya dengan kasar, dan menatap sahabatnya tajam. Sementara Brian, ia hanya tertawa, dan tidak merasakan takut akan tatapan tajam sahabatnya itu. Ya, mungkin sahabatnya itu kesal karena ia sudah mengganggunya.

Bagaimana tidak, Brian mendapati Rafa, dan Andin sedang berciuman panas di depannya. Niat hati ingin mencari keberadaan Rafa di lantai dua, tetapi ia malah mendapati adegan ciuman. Astaga.

Jangan salahkan Brian juga, jika sahabatnya itu tidak kembali-kembali. Padahal, ia sudah menunggunya, dan ingin mendapatkan kabar bahwa Andin ada di lantai dua, atau tidak? Ia yang kesal akhirnya menyusul Rafa ke lantai dua, dan menemukan Rafa, dan Andin di dalam ruangan yang seperti perpustakaan mini yang di mana buku berjejer di rak buku dengan rapih.

"Eh! Ki-kita ...." Andin terlihat gugup. Ia menunduk, dan tidak berani menatap sahabatnya itu.

"Lo baik-baik aja, Ndin? Gue pikir terjadi sesuatu sama lo." Brian menghampiri Andin, dan memegang bahunya. Jelas kekhawatiran di wajah tampannya.

Ya, Brian bernapas lega mendapatkan sahabatnya baik-baik saja di depannya. Ia sudah berpikir yang tidak-tidak tadi. Bisa-bisanya ia ia berpikir Andin diculik oleh Gladys, dan kejadian sewaktu SMA kembali terulang.

"A-apa?" Andin kembali terkejut. Ia yang awalnya malu, dan tidak ingin menatap Brian kini menatap sahabatnya itu.

"Gue nggak akan maaf-in diri gue kalau benar-benar sesuatu terjadi sama lo. Bisa-bisanya gue melakukan hal bodoh seperti ini. Coba aja Raka gue suruh untuk menemani lo. Gue, dan Rafa nggak akan sepanik ini ketika pulang, dan nggak melihat keberadaan lo di dalam apartemen." Brian menghela napas kasar. Ia mengacak rambutnya frustrasi.

Rafa menggertakkan rahangnya. Ia juga merasa kesal. Coba saja Andin bersikap jujur, dan tidak merahasiakannya. Pasti, ia, dan Brian tidak akan meninggalkan Andin sedirian di apartemen. Hanya untuk mencari bukti cctv apa yang membuat Andin melamun, dan menangis sebelum Brian datang. Alhasil ketika ia, dan Brian kembali, ia tidak menemukan keberadaan istrinya.

"Brian, sebenarnya ada apa?" Dahi Andin mengernyit atas ucapan Brian. Kenapa sahabatnya itu berbicara seperti itu?

Mungkin Brian juga merasa bersalah karena udah ninggalin gue juga di apartemen sendirian, batinnya.

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang