CHAPTER 59

22.2K 1.1K 153
                                    

"Huwa ... akhirnya selesai juga ulangannya." Andin tersenyum atas ucapan Sherly.

Andin dan keempat teman-temannya sedang berkumpul di warung pak Alif. Yang dimana warung bakso langganan mereka di kampus.

"Iya, benar banget. Kepala gue rasanya mau pecah belajar terus." Semua mengangguk setuju atas ucapan Lisa.

Andin mengelus puncak kepala Lisa yang membuat Lisa tersenyum dan menyandarkan kepalanya di bahu Andin.

"Liburan kali ini kita ke mana? Puncak yuk. Kita menginap di sana," usul Sarah menggebu kepada Andin dan ketiga teman-temannya.

"Ide, bagus. Gue juga pengen ke sana sebenarnya mah," setuju Lisa dan diangguki oleh Sarah dan Kayla.

"Gue nggak mau nginap disana. Entah kenapa di dalam pikiran gue puncak tempat yang horor untuk menginap," sambar Andin cepat dan hal itu membuat keempat teman-temannya menatap satu sama lain.

Ya, entah kenapa Andin takut jika menginap di puncak. Apalagi harus menginap di villa. Seketika bulu kuduknya merinding.

"Apa?" kaget Lisa. Ia yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu Andin dengan cepat menegakkan duduknya.

"Nggak semua villa horor kok Ndin," sanggah Kayla dan diangguki setuju oleh teman-temannya.

Semua teman-temannya memang sudah mengetahui bahwa sahabatnya ini penakut.

"Come on. Disana sangat sejuk dan disana juga banyak destinasi yang akan kita kunjungi. Belum lagi makanan di sana enak-enak. Tidak salahnya kita mencoba pergi ke sana," kata Sarah.

"Iya, pengap tahu ngelihat kendaraan macet terus di Jakarta," timpal Sherly cepat. Ia menghela napas.

"Makanan?" tanya Andin kepada Sarah.

Andin menelan salivanya ketika mendengar makanan. Ia lihat keempat teman-temannya sedang menatapnya dan menunggu jawabannya.

"Hmm." Sarah menganggukkan kepalanya. Tidak lama ia menatap ketiga temannya. Ia menahan senyum.

"Sebentar, emang lo nggak pulang ke rumah, Sar? Nggak kangen sama keluarga lo? Betah banget kayaknya tinggal di kos-an," celetuk Lisa dengan tawanya. Berbeda dengan Andin dan kedua temannya. Mereka menatap satu sama lain.

Benar juga. Hampir saja Andin melupakan itu. Sahabatnya itu memang berasal dari Tangerang dan ia memilih nge-kost di Jakarta. Berbeda dengan Andin dan ketiga temannya. Mereka tinggal di Jakarta.

Andin tahu, biasanya untuk anak rantauan seperti Sarah mereka lebih memilih pulang ke ke keluarga mereka jika sedang libur kuliah, tetapi apa ini? Kenapa sahabatnya itu tidak pulang?

"Sar, apa lo nggak ada uang buat pulang?" tanya Andin random kepada Sarah.

"Hah! Apa?"

"Orang tua lo belum transfer uang ya?" Kali ini Lisa yang bertanya.

Pletak!

Andin dan Lisa mendapatkan jitakan dari Sarah dan hal itu membuat Sherly dan Kayla tertawa.

"Kalau ngomong suka benar," kata Sarah gemas kepada Andin dan Lisa. Ia mendengus kesal.

"Ck!" decak Andin. Ia mengelus kepalanya dengan kesal. Bisa-bisanya ia bertanya seperti itu. Semua orang juga bisa merasakan bahwa sahabatnya ini orang yang berada.

"Alhamdulillah gue nggak pernah kekurangan uang karena kedua orang tua gue selalu mengirimi gue uang seminggu sekali dan gue nggak pulang karena belum lama ini gue udah pulang ke rumah. Gue juga udah bilang bahwa libur kuliah tahun ini nggak pulang dulu karena pengen main bareng kalian."

My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang