◻️◻️◻️Happy Reading◻️◻️◻️
.
.
Esok paginya Yuka bangun kesiangan. Ia mungkin kelelahan hingga bisa tertidur begitu pulas. Ia kemudian bangkit dan perlahan mulai menginjakkan kakinya ke lantai yang dingin. Hal yang ingin Yuka pastikan adalah tidak bertemu Jimin untuk sementara waktu karena jujur saja, ia masih begitu takut melihat sisi jahat suaminya. Namun, Jimin memang pria yang sulit untuk ditebak suasana hatinya. Yuka yang sedang berjalan mengendap-endap agar tidak bertemu Jimin, dikejutkan oleh kedua telapak tangan yang menghalangi pandangannya.
"Siapa ini?"
Yuka tampak terkejud dan bingung pada siapa yang telah menutup kedua matanya dari belakang. Ia pun melepas paksa dan berbalik badan melihat tangan si pemilik yang menutupi matanya barusan. "Ji-jimin," ungkap Yuka dengan nada gugup. Jujur saja ia masih dirundung rasa takut setiap kali melihat Jimin jika teringat kejadian semalam.
"Selamat pagi, sayangku," lirih Jimin sambil mengecup kening Yuka dengan mesra. Yuka hanya diam dan tak berani bertatap muka secara langsung dengan Jimin. Namun, pandangan pria tampan itu langsung tertuju pada bibir Yuka yang memar membiru akibat kejadian semalam.
"Bibirmu, apakah masih sakit?" tanya Jimin dengan nada khawatir.
"Kau pikir saja sendiri! Apakah ada seseorang yang ditampar begitu kerasnya tidak merasakan namanya sakit?" tanya Yuka dengan nada judes.
"Ayo kita ke rumah sakit, aku akan mengantarmu dan menemanimu."
"Tidak mau! Tidak usah pedulikan aku! Biar saja aku begini, perlahan juga akan mati dengan sendirinya," elak Yuka dengan nada sinis. Jimin pun hanya menunduk dengan wajah yang kemudian murung seketika.
"Aku menyesal, aku menyesal karena telah melakukan itu dan membuatmu semakin membenciku. Satu hal yang kau harus tahu, aku tidak pernah punya cinta dalam hidupku hingga akhirnya aku bertemu denganmu," ungkap Jimin.
"Bicara apa kau, Jim?! Mual rasanya mendengar kata-kata sialan itu! Aku akan keluar dari rumah ini hari ini juga, aku ingin bercerai denganmu!" tegas Yuka. Wanita itu pun berjalan begitu saja melewati Jimin yang sedang tertunduk dengan wajah lesu. Namun, seketika langkah kakinya terhenti saat diwaktu bersamaan tubuh Jimin ambruk.
"Jim! Jimin!"
Yuka begitu panik, ia menyeret tubuh sang suami dengan kepayahan membawanya ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya.
.
***
Jimin hari ini tampak aneh, tidak biasanya ia terlihat begitu lemah dan memperlihatkan sisi lain dari dirinya. "Dia sakit apa, Dok?" tanya Yuka dengan nada khawatir. Dokter yang ingin mengucap sesuatu itu tertahan dengan kedatangan seorang pelayan yang datang menyela pembicaraan mereka.
"Terima kasih, Dok, anda bisa pulang sekarang," ucap bibi Kim yang kemudian membawa dokter itu pergi.
Jimin telah sadar, ia terlihat pucat berbaring di atas kasur menatap Yuka dengan senyum simpul di bibir tebalnya. "Apakah kau sedang berpura-pura? Kau hanya ingin menghalangiku pergi, kan?" tanya Yuka sembari duduk di sebelah Jimin yang bersandar setengah badan di ranjang menatap Yuka sendu. Entah apa yang sedang dipikirkan Jimin ketika itu, ia hanya diam menatap Yuka sembari membelai lembut rambunya. "Kau benar-benar pria aneh! Bagaimana mungkin kau bisa baik dan jahat di waktu yang bersamaan?" tanya Yuka dengan nada bergetar menahan tangis.
Tees
Air mata itu tak lagi mampu dibendung saat melihat wajah pucat nan rapuh Jimin yang masih terlihat memberinya senyum. Tangan halus itu pun ikut membantu menyapu air matanya dengan lembut, membuat Yuka semakin dirundung kebingungan. "Maaf," ucapnya. Sepatah kata itu pun membawa Jimin dengan pelukan hangatnya yang membuat Yuka semakin tak bingung mengartikan kebungkaman Jimin.
Hari itu cukup baik. Jimin rupanya memang sedang tidak enak badan dan perlu beristirahat. Ia harus mengonsumsi obat untuk memulihkan keadaanya yang memang kelelahan bekerja, dan begadang. Sementara Yuka pun sudah mencoba melupakan perlakuan Jimin yang telah lalu, dan mencoba untuk melakukan perannya sebagai istri yang merawat suaminya. Hari ini Jimin begitu berbeda, ia penuh kasih sayang dan perhatian untuk Yuka. Terlihat dari sorot matanya yang tajam ada ketulusan yang memancar untuk sang istri.
"Istirahatlah, Jim! Aku mau buatkan bubur untukmu," ucap Yuka yang mencoba melepas pelukan Jimin yang begitu erat padanya.
"Jangan! Tetaplah disini!" tolak Jimin.
Disaat bersamaan pula datang ayah dan ibu Yuka membawa buah-buahan untuk menjenguk Jimin yang memang sedang terbaring lemah di atas ranjang. Pelukan Jimin pun seketika dilepaskan ketika mengetahui kedatangan mertuanya. "Aaah Ayah dan Ibu sudah datang," ucap Jimin sembari memberi hormat pada mertuanya.
"Kami dengar dari kantor kalau menantuku sedang tidak enak badan, jadi kami kemari untuk menjenguk," ungkap ayah Yuka dengan nada lembut.
Kedatangan ayah dan ibu Yuka pun menimbulkan pertanyaan dibenak Yuka, apakah memang Jimin telah berubah atau ini semua hanya sandiwaranya untuk mengalihkan sikap buruknya agar tidak ketahuan orang tua yuka? Itu semua belum bisa terungkap, karena memang Jimin pandai menjalankan perannya. Sikap Jimin terlihat begitu manis, hampir tidak ada satu pun celah untuk memojokannya atas apa yang telah ia lakukan semalam.
"Yuka, bibirmu kenapa?" tanya ibu yang menyadari luka lebam di bibir tipis wanita berambut panjang tersebut.
"Anu, ini--," Yuka pun mengurungkan apa yang ingin ia katakan, lalu menoleh kearah Jimin untuk mempertanyakan sikapnya. Sandiwara Jimin begitu sempurna hingga membuat Yuka kebingungan membedakan perubahan ini tulus atau hanya palsu belaka.
"Sepertinya aku telah melakukan kesalahan," sela Jimin sambil menyentuh lembut bibir Yuka yang kebiruan.
"Aaah sudahlah, apapun itu semoga cepat sembuh dan hubungan kalian bisa tetap harmonis seperti sekarang," imbuh ibu Yuka dengan senyum simpulnya.
Keadaan itu terus berlanjut. Yuka hanya bisa diam ketika ia hanya bisa kagum atas cakap yang baik dari Jimin terhadap ayahnya. Tentu ayah Yuka sangat mengidolakan Jimin dan mengaguminya sebagai menantu idaman, hampir apa yang dikatakan Jimin selalu diindahkan oleh ayah Yuka begitu pula dengan ibunya. Sepanjang mereka berbincang, sorot mata Yuka masih belum lepas dari Jimin yang belum bisa percaya begitu saja atas apa yang ia lihat. Sikap Jimin benar-benar berubah drastis dan membuat Yuka kebingungan.
Tibalah saatnya Jimin dan ayahnya berbincang-bincang soal pekerjaan di kantor, sementara Yuka dan ibunya ada di dapur menyiapkan hidangan untuk para suami mereka. Di dapur, Yuka masih diam serta ragu untuk apa yang ingin ia katakan pada sang ibu. "Apapun itu yang terjadi antara kau dan Jimin, tolong jangan buat dia kecewa!" ucap sang ibu mengawali pembicaraan.
"Apa maksudmu, Bu?"
"Bersikaplah dengan baik dan jangan membuatnya marah! Sekarang, kau adalah nyonya Park yang juga menaikan derajat kedua orang tuamu," imbung ibu Yuka.
"Maksudmu? Kau lenih mementingkan drajat dari pada kebahagiaan anakmu?" tanya Yuka dengan mata berkaca-kaca menatap sang ibu.
"Anakku Yuka adalah anak penurut, bukan anak pembangkang sejak kenal dengan pria miskin itu! Ingat! Apapun yang terjadi, kau harus tetap menyandang gelar nyonya Park!" ucap ibu Yuka sembari membawa teh hangat dan kue manis untuk disuguhkan pada suami dan menantunya.
Yuka hanya bisa tertunduk lesu saat menyadari jika bahkan kedua orang tuanya sudah tidak berpihak padanya.
To be continued ....
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil - [TAMAT]
Fanfiction[BACA SEBELUM DI PRIVATE] 𝘿𝙞 𝙬𝙤𝙧𝙠 𝙞𝙣𝙞 𝙖𝙙𝙖 2 𝙎𝙪𝙗 𝙅𝙪𝙙𝙪𝙡 𝙘𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙗𝙚𝙙𝙖. Preview_ ________________________________ "Kukira dia adalah Angel, rupanya dia adalah Devil yang bersembunyi dibalik sifatnya yang ramah...