◻️◻️◻️Happy Reading◻️◻️◻️
.
.
Orang tua Yuka sangat perhatian dan menghormati Jimin sebagai menantu mereka, bahkan keduanya sampai jarang mengajak Yuka untuk berbicara. Ia merasa kesepian, dan iri akan pemandangan itu. Jimin terlihat lemah dan pucat, ia terbaring di ranjang, tapi dengan ramahnya selalu membungkuk jika berbicara dengan ayahnya Yuka.
"Menantu, Ayah dan Ibu pamit pulang, karena hari juga sudah mulai larut," ungkap ayah Yuka sambil beranjak dari duduknya.
"Aaah, kenapa terburu-buru? Apakah kalian tidak mau makan malam disini terlebih dulu?" tawar Jimin.
"Tidak, menantu! Kesehatanmu masih belum pulih benar, harus banyak-banyak istrirahat dan jaga kesehatan dengan baik, kami akan terima tawaranmu ketika kau sudah baikan," ungkap ayah Yuka menolak dengan sopan. Pukul 17:52 waktu Korea Selatan, ayah dan ibu Yuka telah pulang dari kediaman Jimin dan Yuka.
Saat ini Yuka masih ragu untuk menghampiri Jimin di kamar. Terlihat pria tampan itu sedang memainkan ponselnya untuk memeriksa email dari kantor yang menumpuk. Yuka masih diam berdiri di sisi ranjang, menatap Jimin terpukau. "Ada apa? Kenapa menatapku begitu? Cepat tidur disisiku!" Perintah itu membawa Yuka untuk juga merangkak ke atas ranjang menghampiri Jimin.
"Kau sakit apa? Wajahmu pucat? Kenapa tidak ke rumah sakit?" cecar Yuka yang perlahan mulai melunak hatinya. Sementara setelah Yuka tiba di dekat Jimin, pria itu langsung menyergap dengan memeluknya erat. "Jim, kau sedang tidak bersandiwara, kan?" imbuh Yuka. Pertanyaan itu menbuat Jimin seketika melepas pelukannya.
"Apakah aku terkesan seperti orang jahat hingga aku melakukan ketulusan, kau tidak bisa percaya?" tanya Jimin menatap tegas. Ucapan pedasnya barusan seakan menjawab semua akan keraguan dihati Yuka sedari tadi.
"Aaah, bukan begitu. Maaf sudah membuatmu tersinggung," ucap Yuka membalas pelukan Jimin dengan sangat erat, saking eratnya Jimin seakan merasa sesak dan memegangi dadanya.
"Yuka, tolong ambilkan aku segelas air hangat!" ucap Jimin secara tiba-tiba.
"Baiklah,"
Tanpa banyak bertanya, wanita cantik itu menuruti kemauan sang suami untuk mengambil air hangat. Kebetulan, air hangat masih belum mendidih, dan Yuka harus menunggu beberapa saat sampai airnya benar-benar masak.
Setidaknya, Yuka bahagia saat melihat Jimin memiliki sikap lembut terhadapnya. Ia tak henti-hentinya terus tersenyum membayangkan sikap manis suaminya barusan.
Tiitt ....
Mesin pemanas air telah berbunyi, menandakan air sudah masak dan sudah bisa diambil. Yuka pun yang sudah menyiapkan air tersebut kemudian kembali lagi ke kamarnya, tapi ia terkejud saat di waktu yang sama bibi Kim juga baru keluar dari kamar menemui Jimin sambil membawa kain dan sebuah kotak.
"Selamat malam, nyonya," sapanya.
"Tunggu! Apa yang kau bawa?" tanya Yuka dengan nada mengintimidasi. "Berikan itu padaku!" tanya Yuka dengan penuh rasa penasaran, ia pun mencoba mengambil sesuatu yang dipegang oleh pelayan sepuh di rumah tersebut.
Namun, tiba-tiba.
"Yuka! Cepat masuk!" panggil sebuah suara pria yang merupakan Jimin. Pria itu berdiri di depan pintu untuk menyusul Yuka yang sedang mengintimidasi pelayan tersebut. Karena panggilan itu pun, pelayan tersebut pergi begitu saja mengabaikan Yuka yang tengah dibalut rasa penasaran.
"Apa yang baru saja dia lakukan? Dia itu pelayan yang aneh, aku menyimpan banyak kecurigaan terhadapnya," ucap Yuka.
"Berikan air hangatnya!" Jimin pun merampas segelas air di tangan Yuka untuk diminumnya, dan pada saat yang bersamaan Jimin tengah meneguk air hangat, Yuka melihat bercak darah segar di leher dekat rahangnya.
"Jim!" Yuka mencoba untuk menyentuh, tapi Jimin pun ternyata telah selesai meneguk air minumnya.
"Tolong bantu aku meletakkan gelas ini ke atas meja!" Yuka pun hanya bisa diam dan menuruti kemauan Jimin, tapi ia masih diliputi kecurigaan dan kebingungan atas keanehan sikap semua orang hari ini. "Tidurlah disisiku!" Jimin pun memposisikan bantal tepat di sampingnya untuk Yuka bisa berbaring.
.
***
Hari ini Jimin terlihat begitu manis dengan sikapnya yang lenbut. Entah mengapa ini masih menimbulkan banyak pertanyaan dibenak Yuka sampai saat ini, terlebih ia tidak melihat apapun lagi di leher Jimin yang tadi ia sangat yakin jika itu adalah bercak darah. Namun, leher Jimin tampak tidak memiliki luka, dan bercaknya pun sudah tiada.
"Terima kasih sudah menjadi teman hidupku yang gelap ini, Yuka."
Sepatah kata terakhir sebelum akhirnya Jimin tertidur pulas dipelukan Yuka. Pria itu meletakkan kepalanya tepat di dada Yuka, dan tertidur. Masih banyak pertanyaan dibenak Yuka yang masih belum mendapat jawaban. Sikap misterius Jimin inilah yang membuat Yuka semakin sulit melepaskan diri dari Jimin.
Esok paginya.
Rupanya keadaan Jimin sudah membaik, dan ia pun beraktifitas seperti biasa untuk pergi ke kantor, walau Yuka masih kurang yakin. "Jim, tidak bisakah kau beristirahat sehari lagi supaya kesehatanmu lebih baik?" tanya Yuka sambil memasangkan dasi sang suami. Kekhawatiran Yuka hanya dibalas senyum singkat dan kecupan mesra.
"Tidak bisa! Jika aku di rumah terus, maka aku semakin tidak bisa menahan hasratku terhadapmu," ucap Jimin sambil menggoda Yuka dengan kembali menyesapi bibir tipis istrinya. "Kau kan sedang dalam masa pemulihan, jadi aku akan menurunkan egoku," imbuh Jimin sambil mengecup pangkal rambutnya.
Jimin pun pergi ke kantor setelahnya. Masih diliputi kebingungan, Yuka hanya bisa memendam banyak pertanyaan atas perilaku Jimin yang berubah.
Sebagai nyonya Park sekaligus istri kesayangan seorang Park Jimin, Yuka dilarang keras untuk keluar rumah. Ketika ia memang ingin pergi keluar untuk keperluan, makan ada dua bodyguard yang siap menjaganya kemana pun ia pergi. Ini memang cukup berlebihan dan membuat Yuka hilang kebebasan. Tidak ada orang yang boleh dekat dengan Yuka, bahkan pengawasan ketat ini membuat pelayan salon tempat Yuka mempercantik diri terlihat gugup.
Dooor
Dooor
Dua tembakan tepat mengenai kepala dua orang target sasaran. Seketika tubuh keduanya jatuh tersungkur ke lantai dengan darah yang mengalir dari kepalanya.
Jimin pulang lebih awal dan disambut Yuka penuh kehangatan. Mereka layaknya pasangan baru menikah, yang menebar keromantisan di beberapa kesempatan. "Aku merindukanmu," ucap Jimin sambil memeluk sang istri.
Dreeeet
Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Pria itu segera mengambil dibalik saku celananya.
"Halo,"
Berita kematian ibu Jimin secara mendadak. Tentu kabar itu membuat shock Jimin maupun Yuka yang segera bergegas untuk datang ke istana keluarga Park untuk melihat mendiang sebelum dikebumikan. Berita duka yang begitu mengejudkan, dan membuat semua penghuni keluarga Park berkabung. Nuansa serba hitam, dan raut sendu mengiringi kepergian ibu Jimin malam itu. Tentu berita duka ini semakin menyayat hati ketika polisi mengidentifikasi jika korban terbunuh alias menjadi korban pembunuhan oleh seseorang yang belum diketahui.
To be continued ....
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil - [TAMAT]
Fanfiction[BACA SEBELUM DI PRIVATE] 𝘿𝙞 𝙬𝙤𝙧𝙠 𝙞𝙣𝙞 𝙖𝙙𝙖 2 𝙎𝙪𝙗 𝙅𝙪𝙙𝙪𝙡 𝙘𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙗𝙚𝙙𝙖. Preview_ ________________________________ "Kukira dia adalah Angel, rupanya dia adalah Devil yang bersembunyi dibalik sifatnya yang ramah...