◻️◻️◻️Happy Reading◻️◻️◻️
.
.
.
Malam yang cukup baik. Jimin memperlakukan Yuka dengan baik, tak sedikit pun terlihat kemarahannya. Mungkin rasa cinta yang terlalu dalam membuatnya menutup semua kesalahan Yuka dan membiarkan itu berlalu begitu saja.
"Jim, besok aku akan program untuk mendapat anak di dokter, apakah kau mau ikut denganku?" tanya Yuka sambil menyadar di bahu Jimin. Keduanya tengah duduk disebuah taman tak jauh dari rumah mereka.
"Kau mau program anak?" tanya Jimin sedikit terkejud.
"Kita sudah menikah hampir setahun, ini wajar 'kan?! Lagi pula aku ingin sekali melahirkan anakmu, buah cinta kita." Yuka tersenyum manis menatap Jimin. Sementara pria itu pun membelai lembut pipi Yuka dengan penuh kasih sayang.
"Yuka, sebaiknya kamu program bayi tabung saja."
Deg' mendengar hal itu Yuka pun seketika menyapu senyum di wajahnya. "Maksudmu?" tanya Yuka menatap murung.
"Sepertinya kau tidak akan mendapat anak dariku, Yuka. Tubuhku ini sudah rusak, impian itu mungkin hanya sekedar angan-angan," ujar Jimin dengan nada lembut.
"Apa maksudmu, Jim? Apa kamu sakit?" tanya Yuka seketika dengan air mata menetes di pipinya.
"Aku tidak apa, sayang. Baiklah jika kamu memaksa, aku akan ikut bersamamu besok. Berikan aku anak yanh banyak, dan jangan pernah tinggalkan aku ...," lirih Jimin sembari membelai lembut pipi Yuka dan mencium keningnya.
Perkataan dari Jimin tentu membuat hati Yuka semakin tak tenang. Ia merasa sangat bersalah karena penghianatan itu, tapi sikap Jimin selalu menunjukan bahwa ia baik-baik saja.
.
.
.
****
Jimin benar-benar berubah dari sikapnya yang temperamental menjadi sosok yang lembut dan pengertian. Jimin selalu memberi cinta pada Yuka, dan itu terus membuat Yuka serba salah.
Malam itu, Yuka tampak membawakan buah ke kamar mereka untuk Jimin. Dengan telaten wanita berparas cantik itu meniriskan buah kesukaan sang suami yakni mangga dan juga jambu. "Sayang, makan buah dulu ...," ujar Yuka sambil berjalan pelan masuk ke kamar.
"Jim?! Kau sudah tidur?" tanya Yuka yang melihat sang suami menutup kedua matanya dengan kedua tangan yang melipat di dadanya. "Jim, kau benar-benar lelah, kah?!" lanjut Yuka sambil membelai pipi Jimin. Namun, ia dikejutkan dengan setetes darah segar yang mengalir dari hidung suaminya. "Jim! Jimin bangun!" pekik Yuka sambil menggerak-gerakan dada sang suaminya.
"Sssstttth ... itu sakit! Jangan menekannya!" rintih Jimin sambil perlahan membuka matanya.
"Jimin?!" Yuka menangis tersedu-sedu, seolah masih tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Ini tidak lucu!" ucap Yuka dengan tangis semakin pecah melihat pria itu mengusap-usap darah dari hidungnya.
"Aaaah! Aku sering begadang, jadi daya tahan tubuh berkurang. Aku tidak apa-apa, sayang ... kau tidak perlu khawatir." Jimin tersenyum lembut sambil menghapus air mata istrinya.
"Aku tidak mau memaafkan diriku sendiri. Kau tahu Jim? Sikapmu membuatku semakin membenci diriku sendiri, aku merasa dosaku tidak bisa diampuni. Aku tidak ingin terus menyakitimu, tolong ceraikan aku, Jim!"
"Tidak! Tidak akan pernah sekalipun ada niatan dariku untuk menceraikanmu. Apapun kesalahanmu, seberapa besar dosamu, bahkan jika kau mengambil belati dan menusukkan itu ke dadaku, aku tidak akan melepaskanmu, Yuka ...," lirih Jimin mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil - [TAMAT]
Fanfiction[BACA SEBELUM DI PRIVATE] 𝘿𝙞 𝙬𝙤𝙧𝙠 𝙞𝙣𝙞 𝙖𝙙𝙖 2 𝙎𝙪𝙗 𝙅𝙪𝙙𝙪𝙡 𝙘𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙧𝙗𝙚𝙙𝙖. Preview_ ________________________________ "Kukira dia adalah Angel, rupanya dia adalah Devil yang bersembunyi dibalik sifatnya yang ramah...