revenge part 3

280 60 4
                                    

"Aku juga merindukanmu ...," tadinya aku kira kalau aku mengatakan hal seperti itu di hadapan Jungkook, rasa sukaku pada Taehyung Oppa akan berkurang, tapi ... sekarang aku sendiri di dalam rumahku, melipat tubuhku sambil memeluk diriku dalam sunyi malam setelah aku menyuruh Jungkook pulang.

Berkali-kali aku menatap layar ponselku, sambil berharap Taehyung oppa akan menghubungiku. Aku memaksakan mataku untuk terpejam sebelum akhirnya sebuah suara aneh terdengar dari depan rumahku. Aku mengintip dari jendela, kulihat seorang pria berjalan pelan sambil menahan tubuhnya yang tak sanggup lagi berdiri.

Tak lama kemudian suara ketukan mulai membuatku merasa takut, bagaimana tidak? Ini sudah tengah malam dan ada seorang yang tidak terlihat wajahnya sedang mengetuk pintu depan rumahku.

"Siapa?"

Hening tak ada jawaban. Ssetelah beberapa saat tak ada suara dari depan rumahku, aku keluar dan mendapati Taehyung Oppa sudah terbaring di atas lantai. Aku membantunya masuk ke dalam rumahku bahkan membantu membaringkan tubuhnya di atas ranjangku. Entah kenapa dia terlihat lelah, bahkan aku bisa tahu kalau dia sedang ada masalah hanya dengan melihat wajahnya. Aku memeluknya erat setelah melepaskan sepatu dan jasnya, detak jantungnya yang tidak beraturan justru membuatku merasa tenang, malam itu aku tertidur di sampingnya hingga pagi tiba.

.
.
.

Pagi itu dia bangun lebih dulu, dia bahkan membuatkan sarapan untukku. Awalnya aku kira dia akan meminta maaf padaku, tapi ...

"Kita putus saja." kata-kata yang aku benci tiba-tiba keluar dari mulutnya.

"Kenapa?"

Dia masih menghindari tatapan mataku padanya, aku juga berusaha menahan air mataku yang hampir terjatuh di hadapannya.

"Kamu mendekatiku hanya untuk membalas Eunha, 'kan? Dia sudah terluka ... aku juga. Sebaiknya kita sudahi saja."

"Tahu apa Oppa tentang perasaanku!" Aku mulai berteriak

"Aku memang tidak tahu apa-apa tentang perasaanmu. Hah, aku bahkan merasa seperti orang bodoh yang sedang meyakinkan diriku sendiri kalau aku bisa membahagiakan mu." Kali ini dia tersenyum penuh rasa sakit dan membuat air mataku yang aku tahan terjatuh.

"Maaf, kalau aku tidak bisa menjadi kekasih yang baik akhir-akhir ini. Semoga kamu bahagia dengan pria yang benar-benar kamu suka," lanjutnya.

Aku menahan kepalaku dengan kedua tanganku, dadaku terasa sesak setelah mendengar perkataannya. Dia beranjak dari tempat duduk di ruang dapur, aku menahan lengannya hingga dia melepaskan perlahan jemariku yang menahannya.

.

.

.

______________Kim Taehyung___________

Awalnya aku sama sekali tidak tahu kalau Jihyo memiliki dendam pada adikku, awalnya aku kira perasaanku tidak akan bertambah dalam hingga malam itu aku melihatnya dalam pelukan seorang pria. Saat dia berbohong, aku tahu kalau aku bukanlah seorang pria yang berharga di matanya, aku tak lebih dari seorang pria yang dia manfaatkan untuk membalas dendam masa lalunya pada Eunha.

"Oppa dari mana saja?"

Aku hanya bisa tersenyum paksa di hadapan adikku yang selalu menyuruhku untuk menjauhi Jihyo.

"Aku sudah putus dengan Jihyo."

"Baguslah! Aku benar-benar malas berurusan dengannya."

Aku menyeret kakiku menuju kamarku, air mataku kembali mengalir tanpa bisa aku hentikan. Entah kenapa rasanya jadi sesakit ini, aku membaringkan tubuhku dan mencoba menutup kedua mataku, tapi rasa sakit dan air mata ini masih tak mau berhenti.

Beberapa kali aku melihat ke arah ponselku sambil berharap dia akan mengirimkan sebuah pesan padaku atau panggilan untuk mempertanyakan kembali perasaanku.

"Aku merindukanmu." Aku berbisik sambil mengusap foto kenangan kami saat kami masih bersama.

.
.
.

Beberapa hari berlalu, kami saling diam bahkan saling menghindari satu sama lain. Hari itu dia menghubungiku dan meminta bertemu, mendadak hatiku merasa senang tanpa sebab. Aku bahkan memakai baju dan parfum tanpa ukuran hanya karena akan bertemu dengannya. Dia terlihat sedikit kurus, matanya terlihat sayu. Dia duduk di depan sebuah mini market di dekat rumahnya sambil sesekali menggosok tangannya yang kedinginan.

"Bagaimana kabarmu?"

Dia tidak mau menjawab dan memilih langsung menyodorkan sebuah kotak berisi gaun yang aku berikan padanya beberapa hari yang lalu.

"Maaf, aku rasa aku tidak pantas menyimpan gaun ini."

Perasaan sesak itu kembali datang, hanya saja kali ini bukanlah perasaan sesak karena sedang jatuh cinta namun perasaan sesak karena perpisahan yang harus terjadi di depan mata.

"Tidak bisakah kita, ...."

Pria itu tiba-tiba datang dan segera menariknya menjauhiku tanpa sempat aku melanjutkan kata-kata yang ingin aku ucapkan. Langkah ku kembali tertahan saat melihat mereka berciuman di bawah temaram lampu jalanan.

"Oppa, kamu ada di mana?"

"Aku sedang mencari udara segar." Lagi-lagi aku berbohong pada Eunha saat dia menelpon ku.

"Lekaslah pulang! Ini sudah malam."

"Hmm."

"Jangan sekali-kali menemui Jihyo lagi!"

Aku hanya diam, saat ini aku benar-benar butuh ketenangan. Aku memasang headset bluetooth milikku dan duduk di dalam mobil sambil mendengarkan lagu, namun lagu bodoh itu malah semakin mengingatkan aku padanya.

Aku melihat bayangan kami yang sedang tersenyum bahagia di dalam mobil. Dia menaruh cokelat dari kue yang dibawanya pada wajahku, aku membalasnya hingga dia berteriak kesal.

"Hya, Oppa!"

Aku mencoba menyentuh bayangannya namun mendadak dia menghilang, aku kembali menahan suara tangisku yang semakin tak tertahan hingga akhirnya aku tertidur di dalam mobil setelah menangis semalaman.

Melepaskan perasaan yang sudah terlanjur dalam tidaklah mudah, awalnya aku meremehkan perasaanku namun pada akhirnya akulah yang kalah ... akulah yang terluka karena dia.

.
.
.

Malam itu tepat malam sebuah acara keluarga yang biasanya kami gelar setiap tahun, mendadak aku melihat sosok Jihyo yang sedang memakai gaun yang aku berikan padanya. Bayangannya kemudian menghilang seperti pandanganku yang semakin buram dan menghitam.

Dalam mimpiku aku melihatnya tersenyum, aku memeluknya, menciumnya bahkan aku berharap aku tidak akan terbangun dari mimpi indah ini. Namun sayangnya, adikku yang sedang marah menyiram wajahku dan membuyarkan semua mimpiku.

"Apa Oppa masih menyukainya!"

Aku takut untuk menjawab pertanyaan itu, aku takut melukai perasaan adikku apalagi saat ini hanya akulah satu-satunya keluarganya yang tersisa.

"Bodoh! Apa dia juga mencintai Oppa?" Dia menghela napasnya kasar karena kesal.

"Entahlah, aku tidak yakin. Mungkin aku hanyalah obyek pelarian baginya. Sudahlah, aku tidak apa-apa!" Aku mencoba meyakinkan diriku kalau aku akan baik-baik saja dengan luka ini.

Aku menepuk kepala adikku pelan hingga dia berkata,

"Sebenarnya beberapa tahun yang lalu aku sengaja menggoda pacarnya karena iri, dia bisa mendapatkan pria yang terlihat begitu mencintainya. Awalnya aku terobsesi untuk memiliki pria itu namun aku sadar kalau dia masih mencintai mantannya. Ternyata ada juga pria yang setia dengan perasaannya." Adikku tersenyum seolah sedang menyindir dirinya.

"Karena itu, beberapa beberapa bulan yang lalu, aku menyadarkan dia dengan mencampakkannya. Pria bodoh itu terlalu takut melukaiku dan tidak mau meninggalkanku padahal aku sudah merusak hubungannya."

Vhyokook Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang