5. Video Call

124K 16.5K 1.7K
                                    

Beberapa minggu yang lalu kantorku merekrut beberapa pegawai baru. Sialnya aku ditunjuk sebagai mentor mereka selama masa training. Hari ini aku harus pulang terlambat karena harus menunggu beberapa anak-anak baru menyelesaikan tugas dari kepala divisiku. Sebenarnya aku sangat malas, karena pekerjaanku sendiri sudah selesai bahkan sebelum jam kantor usai. Namun apa boleh buat, kepala divisiku menyuruhku menunggu anak-anak ayam itu menyelesaikan tugas mereka.

Jam di kubikelku menunjukkan pukul   07.00 malam. Aku yang tengah sibuk membaca artikel di PC mengeryit tiba-tiba karena sebuah panggilan video terpampang di layar smartphone-ku.

Tumben banget panggilan video?

Setelah aku menerima panggilan videonya. Munculnya Mas Radhit di sana. Dia terlihat tengah duduk di meja makan rumah sendirian. Dia hanya diam sambil menatap ke arahku.

Ah, kebiasaan.

"Mas? Harus. Banget aku juga yang bilang halo?" gerutuku pelan.

Mas Radhit malah tersenyum.

"Halo Isla."

"Basi, Mas Basi... Kalau nelpon client penting Mas juga nggak pernah nyapa duluan ya?" Aku curiganya seperti itu.

"Mas udah makan?" tanyaku mengalihkan topik.

Dia menggeleng.

Tuh kan geleng doang.

"Enggak denger aku Mas. Mas ngomong apa ya?"

"Belum Isla. Aku nunggu kamu."

"Bentar lagi aku balik. Kayaknya anak-anak ayam ini udah mau selesai. Mas mau makan apa? Biar aku beliin waktu pulang."

Sedikit terbalik ya?

"Kamu mau apa? Aku aja yang beli."

Alhamdulillah, masih sadar diri dia.

"Mas Radhit mau makan apa?"

"Kamu mau apa?"

Oke ini tidak akan selesai.

"Aku mau braised beef kesukaan Mas aja. Pakai mushroom."

"Ada lagi?" tanyanya halus.

"Enggak. Mas mau keluar buat beli?"

"Enggak."

Enggaknya terdengar nanggung karena dia tidak menjelaskan kelanjutan.

"Mas mau order?"

"Iya."

"Yaudah aku tutup ya. Mas order aja sana,"

"Jangan ditutup," pintanya.

"Kenapa?"

"Bentar," pamitnya yang menggeletakkan smartphone miliknya begitu aja lalu pergi entah ke mana. Tak lama dia kembali dengan ponsel pintar yang lain dan duduk di kursinya tadi.

Mas Radhit diam sambil scrolling layar smartphone yang baru saja dia ambil. Beberapa saat kemudian menunjukkan layarnya ke arah kamera.

"Mau yang mana?" tanyanya menunjukkan daftar menu ke padaku.

"Kan aku udah bilang mau kesukaannya kamu tapi di tambahin jamur."

Mas Radhit mengangguk kemudian kembali fokus pada layar smartphone-nya untuk melakukan order.

"Udah Mas?" tanyaku.

"Udah."

"Aku tutup ya?"

"Jangan."

"Apalagi?"

"Sepi," katanya.

Padahal rumah memang selalu sepi ada atau tidak adanya aku.

"Ya kayak gitu tuh aku setiap hari. Sepi. Mas ada di rumah aja rasanya masih sepi," curhatku kemudian.

"Nonton TV aja Mas, atau main viva," saranku yang dia jawab dengan gelengan.

"Bosen ya?"

Dia mengangguk.

"Tidur aja udah. Sambil nunggu orderan dateng."

"Maunya liatin kamu,"

Aku yang tadinya tengah menegak kopiku langsung tersedak.

"Mas!"

"Kamu nggak papa?" tanyanya dengan dahi berkerut.

"Udah ah matiin aja. Aku kan masih kerja!"

"Kamu nungguin orang kerja," koreksinya.

"Iya. Maksudnya itu. Aku tutup ya?"

"Kenapa mau ditutup terus?"

"Bosen," jawabku.

"Sama aku?"

"Iya... Soalnya jawabannya Mas irit banget. Aku mau lanjut baca berita nih Mas."

"Baca aja," jawabnya.

"Terus Mas aku anggurin?"

"Aku diem di sini." Dia menaruh kepalanya di lengannya masih dengan menatapku

"Mas cuma diem sambil liatin aku gitu?"

"Iya," jawabnya singkat.

Aku akhirnya pasrah. Sementara Mas Radhit benar-benar diam sambil menungguku.

"Aku jadi enggak fokus kan!" seruku kembali menatapnya, sementara Mas Radhit hanya tersenyum dalam diam di tempatnya.

"Aku tutup pokoknya. Bentar lagi juga ketemu kok."

"Tapi aku udah kangen," ujarnya pelan.

***



Yang akan kalian temukan di sini cuma cerita ringan minim konflik.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang