4. Gara-gara Makanan

124K 14.8K 1.8K
                                    

Oliv mengundang kami ke apartemen barunya. Maka dari itu pukul 7 malam kami sudah berada di lobby apartemen mereka, sambil menunggu seseorang datang menjemput kami. Tak lama Julian, suami Oliv muncul. Aku dan Mas Radhit berjalan mengikutinya, dengan tangan Mas Radhit yang menggandeng tanganku.

Mas Radhit memang seperti ini. Ketika kami sedang berpergian bersama, tangannya akan selalu menggandengku. Ini normal.

"Halo Isla!" sapa Oliv sambil memelukku sekilas.

"Luas juga ya?" responku ketika masuk ke dalam apartemennya.

"Iya kan? Enggak sempit. Unit sebelah masih kosong tuh. Dit, beliin buat Isla gih. Ntar pindah kesini," kata Oliv.

"Biar bini gue ada temennya," sambung Julian

Mas Radhit hanya diam sambil mengedarkan padangan mengamati apartemen ini. Setelahnya kami duduk di ruang tamu. Mas Radhit hanya sesekali berbicara, selebihnya Oliv dan Julian yang bercerita.

Aku heran juga, Mas Radhit sama temannya aja sediam ini? Apa temannya enggak merasa bosan?

Setelah asik membahas apartemen, Oliv mengajak kami untuk makan malam bersama. Sebelumnya Oliv bertanya, makanan kesukaanku dan kesukaan Mas Radhit itu apa. Karena aku belum tau makanan kesukaan Mas Radhit, alhasil aku jawab terserah.

Oliv kebetulan masak makanan manado yang sangat pedas. Aku enggak masalah sih, tapi respon Mas Radhit berbeda. Awalnya dia hanya mengeryit kaget karena sensasi pedas. Namun lama kelamaan wajahnya memerah dan menegak satu gelas air putih sekaligus.

"Mas?" panggilku.

"Lo nggak doyan makanan pedes Dit?"

"Hmm...," jawab Mas Radhit yang masih menampilkan ekspresi kepedesan. Matanya menyipit, dahinya berkerut.

"Ya ampun Isla. Harusnya lo nggak usah malu bilang ke aku kalau Radhit nggak doyan makanan pedes?"

Loh? Kok jadi aku yang disalahin?

Kalian kan temennya Mas Radhit, yang otomatis kenal sama dia lebih lama? Masa iya gak tau juga?

"Oliv, bikinin teh manis dulu coba," pinta Julian

"Gak usah. Gue mau balik aja," kata Mas Radhit tiba-tiba.

"Lo gak papa?" Julian ragu.

"Gue balik ya."

"Oh yaudah, jangan kapok ya main ke sini lagi."

Aku berjalan mengikuti Mas Radhit keluar. Dia terlihat memegangi perutnya. Aku ingin bertanya, tapi perasaan kesalku ternyata lebih mendominasi. Akhirnya aku memilih diam hingga kami tiba di mobil.

"Kalau enggak kuat nyetir aku aja," tawarku ketus.

Mas Radhit diam, dia masuk ke mobil tanpa suara. Aku yang terlanjur kesal juga ikut diam. Hingga mobilnya tiba di rumah aku masih diam. Setibanya di rumah Mas Radhit langsung bergegas ke kamar mandi. Mungkin ada sekitar 15 menit dia disana.

Ketika keluar, Mas Radhit keluar dengan wajah yang lemas dan pucat. Aku ingin mendiamkan dia lebih lama, tapi aku tak tahan juga ingin bersuara.

"Nih! Kasih minyak. Aku mau angetin susu dulu!" ujarku dengan nada ketus kemudian pergi ke dapur untuk menghangatkan susu yang ada di kulkas.

Ketika aku kembali ke kamar, Mas Radhit sudah tergolek tak bertenaga di tempat tidur.

"Mas minum dulu, barangkali sembuh. Kalau enggak sembuh yaudah."

Mas Radhit menurunkan sudut bibirnya ketika mendengar kalimatku.

"Mas gak bisa makan masakan pedes aja aku sampai enggak tau?"

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang