86. Drop!

50.5K 3.4K 174
                                    

Baru juga kemarin aku bilang kalau Cia dan Cio masih banyak tidurnya. Tidak rewel, tidak membuatku lelah. Tapi setelah memasuki minggu kedua aku dan Mas Radhit berubah jadi zombie.

Cia dan Cio sering menangis di waktu-waktu random, terutama tengah malam. Satu menangis, satunya akan ikut menangis. Baby box yang memang di design untuk bayi kembar akhirnya tidak terpakai. Padahal Mas Radhit custom sampai menghabiskan puluhan juta.

Akhirnya Cia dan Cio tidur terpisah untuk mengurangi frekuensi ketularan menangis dari kembarannya. Baby box baru langsung dibeli Mas Radhit. Satu diletakkan di sampingku. Dan satu di samping Mas Radhit.

Setidaknya kalau satu menangis, satunya masih bisa tertidur dan tidak terbangun karena suara tangisan anak-anakku ini sangatlah keras melengking-lengking. Kadang aku ikut panik karena takut kalau anakku menangis karena kesakitan. Tapi ternyata memang gaya menangisnya seperti itu. Heboh.

Mas Radhit bangun dari tidurnya karena alarm ponselnya. Aku otomatis ikut terbangun meskipun hanya sekadar membuka mata dan memperhatikan gerak-gerik Mas Radhit.

Mata Mas Radhit masih benar-benar sipit, hampir tak terlihat kalau sudah membuka mata. Lingkar hitam di matanya nampak jelas. Kalau aku sedang berkacapun sama, aku juga seperti itu.

Sudah aku pastikan dia masih lelah. Akupun juga sama. Aku masih lelah. Semalam Cia dan Cio menangis bergantian dan sedikit-sedikit terbangun. Bahkan saking susahnya Cia tidur, Mas Radhit sampai harus menggendongnya sambil duduk sampai jam empat tadi.

"Sarapan sendiri ya, Mas," kataku lemas.

Mas Radhit mengangguk.

Biasanya kan selalu aku temani. Tapi hari ini aku benar-benar lelah sekali. Aku ingin kembali tidur dan untuk hari ini aku tidak ingin mengurusi Mas Radhit.

Maaf ya, Mas. Mandiri dulu, aku capek banget.

Tapi baru sebentar membuka mata.

Tidak bisa kembali tidur. Aku harus membersihkan Cia dan Cio, lalu mengajak mereka berjemur.

Aku segera bangkit dari tempat tidur untuk menyiapkan kan baju dan popok untuk Cia-Cio. Kemudian aku memindahkan mereka ke tempat tidur agar kalau terbangun aku lebih mudah untuk melepas baju dan popok mereka.

Sambil menunggu Cia dan Cio terbangun, aku memberesi bekas popok yang semalam hanya digeletakkan Mas Radhit di bawah baby box.

Bayi sedang tidurpun selalu ada pekerjaan yang menunggu untuk dikerjakan.

Mas Radhit keluar dari kamar mandi dengan mata yang sudah terbuka sempurna. Rambutnya yang masih basah dia seka dengan handuk.

"Tidur aja," ujarnya padaku ketika melihatku membereskan sampah popok.

Aku menggeleng.

"Nanti aku beresin," lanjutnya.

"Sekalian, Mas. Kamu siap-siap berangkat aja," suruhku.

"Biar aku yang mandiin," katanya lagi padaku.

Mas Radhit dari hari pertama jadi ayah, dia sudah pandai mengurusi Cia dan Cio. Dia bisa memandikan anaknya, mengganti popok,  membedong anaknya juga bisa dilakukan dengan cekatan tanpa membuat Cia dan Cio menangis. Semuanya kelihatan lihai. Bahkan cara menggendong bayipun selalu cekatan namun lembut.

Buku-buku yang dia baca sepertinya sukses mengajarinya.

***

Hari ini Cia dan Cio lebih rewel. Biasanya pagi hari mereka akan tidur tenang, tapi hari ini dari pagi sampai malam mereka sering terbangun dan menangis.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang