93. Pamer Adek Baru

19.4K 1.6K 114
                                    

Sungguh, kekhawatiranku selama ini pada akhirnya nggak terjadi dan aku sangat bersyukur sekali. Cia dan Cio bisa menerima bahwa di tengah-tengah kami sekarang hadir seorang anak lagi.

Padahal, Cia dan Cio itu sangat sensitif dengan anak lain yang menerima perhatian dariku dan Mas Radhit. Contohnya, semisal aku dan Mas Radhit menggendong anak lain, Cia dan Cio akan marah bahkan bisa menangis sambil berguling di lantai. Contoh sensitif lainnya adalah, kalau ada bau khas minyak telon, atau parfum bayi yang tercium dariku atau Mas Radhit, Cia dan Cio biasanya akan bertanya, "Mama gendong yang lain! Tidak boleh!"

Penerimaan mereka terhadap kehadiran adiknya dan perlakuan anak kembarku terhadap Lyn bisa dibilang seperti keajaiban. Bagaimana tidak, dengan adiknya Cia dan Cio bisa bersikap lembut! Padahal Cia dan Cio kalau berinteraksi satu sama lain seringnya sambil berteriak. Lengah sedikit mereka sudah pukul-pukulan.

Aku berada di rumah sakit pasca melahirkan selama tiga hari. Dan ini adalah kebiasaan Mas Radhit yang sampai sekarang masih ada, kalau di rumah sakit nggak akan cepat pulang. Biasanya memang dia sengaja membiarkan aku atau dia yang sakit benar-benar pulih atau cukup pulih untuk menerima tamu yang membesuk di rumah.

Cia dan Cio selama tiga hari ini hanya akan di rumah sakit di sore dan malam hari. Paginya Teh Mira dan Sus akan membawa Cia dan Cio pulang atau pergi bersama Riel. Saat diberitahu aku akan pulang ke rumah Cia dan Cio terlihat sangat senang, kemudian mereka berebut ingin tidur di sebelah adiknya.

"Mama aku dekat adek bobok," pinta Cia ketika aku baru saja turun dari mobil.

"Cio bilang duluan! Mama! Cio dekat adek!" sahut Cio yang tiba-tiba menarik rokku.

"Sshtt, adek lagi bobok nanti bangun. Iya, nanti Cia di kanan, Cio di kiri."

"Mama di mana?" tanya Cia.

"Mama yang lihatin," jawabku lagi.

"Yayah di mana?" susul Cio bertanya.

"Tanya Yayah sendiri," kataku.

Mas Radhit yang sedang menurunkan koper hanya bisa tersenyum melihat Cio yang menatap penasaran.

"Yayah di lantai ya?" celetuk Cio asal yang membuatku tertawa.

"Iya, boleh juga itu Sayang. Kan Cio sama Cia kalau tidur suka menuhin tempat. Kasurnya buat berlima kayaknya nggak cukup."

"Yayah di kamar Cia aja, Mama. Nanti Cia temani Mama sama adek," usul Cia. Sekarang mendadak Mas Radhit terusir.

Cia dan Cio mengekoriku sampai ke dalam kamar. Begitu Lyn aku tiduran di baby box, wajah kecewa dari mereka nampak jelas.

"Mama, kenapa tidur di kandang?"

"Itu tempat tidur adek. Bukan kandang," koreksiku.

"Kandang, Mama. Kayak kandang aya rumah Om Yayan," balas Cia

"Itu namanya baby box, buat bobok adek bayi. Bukan kandang." Aku kembali menjelaskan.

"Jangan di situ. Taruh sini aja," pinta Cia sambil menepuk-nepuk tempat tidur.

"Iya nanti ya. Sekarang biarin adek bobok sendiri dulu. Kak Cia, sama Kak Cio mandi terus makan yuk?"

"Tidak mau Mama. Mau adek."

"Iya. Aku mau adek juga," sambung Cio.

"Adeknya nggak ke mana-mana. Kan kalian belum makan? Belum mandi juga. Mama mandiin, biar Sus nunggu adek."

"Tidak mau!"

"Mandi di sini aja," ujar Mas Radhit yang tengah sibuk mengeluarkan baju dari koper dan memilahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang