72. Bau-bau Drama Tetangga

59.8K 7.5K 715
                                    

Kalau kemarin hampir setengah hari dia habiskan untuk bermain games. Untuk hari ini Mas Radhit sibuk menemaniku melakukan kegiatan rumahan.

Tidak banyak yang kami berdua lakukan. Hanya melakukan kegiatan yang bagi sebagian orang mungkin terlihat membosankan. Memasak, merapikan isi kulkas, memindah media tanaman di halaman belakang, bersantai di teras belakang rumah. Hal-hal simple seperti itu sering aku lakukan bersama Mas Radhit.

Waktu aku masih bekerja, banyak senior di kantor yang mengeluh kalau mereka selalu melakukan pekerjaan yang ada di rumah sendirian, suami mereka pulang bekerja hanya akan mengeluh lelah dan seringnya minta ini itu sudah ada. Beruntungnya Mas Radhit tidak seperti suami para senior di kantorku dulu.

Mas Radhit ini diajak merapikan lemari pakaian responnya akan iya-iya saja. Kalau sudah terlihat banyak pekerjaan yang menumpuk dia tidak ambil pusing dan ambil aksi diam-diam menghubungi helper.

"Panas tahu, Mas. Tadi pagi katanya masih lemes badannya? Kamu istirahat aja Mas, duduk di teras atau tidur," saranku ketika kami sedang memindah pohon tomat ke dalam pot yang lebih besar.

Mas Radhit hanya diam. Tapi bukan diam marah atau kesal. Dia diam karena tidak mau, dan sedang sibuk membantuku memindahi tanaman tomat.

Aku memakai topi lebar untuk menghalangi sinar matahari, sementara Mas Radhit membiarkan kepalanya terpapar sinar matahari pagi ini. Meskipun kepanasan, Mas Radhit belum juga pergi dari tempatnya.

Karena Mas Radhit tidak mau berhenti, aku akhirnya memilih menyudahi sesi gardening pagi menjelang siang ini.

Kemudian kami duduk di kursi taman yang berada di halaman belakang sambil menikmati semilir angin. Hanya seperti ini, tidak ada yang special.

"Bosen nggak, Mas? Mau aku bikinin sesuatu? Kopi?"

Mas Radhit hanya menggeleng santai sambil menyandarkan punggungnya di kursi.

"Dari kemarin kita nggak keluar rumah. Nggak bosen?"

Responnya hanya gelengan santai lagi.

Sekedar informasi, kami sudah tiga hari tidak keluar rumah. Kalau dipikir-pikir kami ini Benar-benar pasangan rumahan. Paling jauh kemarin hanya membeli sayur di dekat pos satpam.

"Tapi aku bosen. Kamu nggak mau ngajakin aku pergi?"

"Belanja?" usulnya padaku.

"Belanja online?" tanyaku memastikan.

"Offline," koreksinya.

Meskipun Mas Radhit suka sekali belanja, tapi hanya hitungan jari saja kami belanja offline. Mau itu keperluan dapur, serba-serbi penunjang kebersihan seperti sabun, deterjen, semuanya di beli online.

Belanja bulanan kecuali untuk sayur hijau, aku hampir tidak pernah mengurusi hal tersebut. Dari awalnya menikah dan pindah ke rumah ini, semuanya sudah ada. Sebulan sekali ada mobil box yang datang ke rumah dan itu adalah suruhan Mas Radhit. Bukan hanya berbelanja untuk rumah kami, tapi ternyata untuk rumah orangtuanya juga.

Kalau dipikir-pikir Mas Radhit ini segala sesuatunya dalam hidupnya memang sengaja dibuat praktis. Kelihatan sekali kalau orangnya tidak ingin ribet.

Kebiasaan belanja online ala Mas Radhit sedikit demi sedikit ikut mempengaruhiku. Dulu aku suka membeli apapun langsung, tapi sejak menikah meskipun intensitas nya tidak sering, aku selalu membeli apapun lewat aplikasi juga.

Kalau dulu tanggal kembar adalah kesukaanku, maka sejak menikah aku hampir tidak mengenal tanggal kembar. Pengaruhnya Mas Radhit itu cukup besar. Ongkir puluhan ribu sekarang aku anggap hal biasa, saking terbiasa melihat barang Mas Radhit yang dibeli di luar negeri dengan biaya kirim ratusan ribu.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang