Air ketubanku pecah tepat sebelum Mas Radhit berangkat kerja. Enggak ada kepanikan apa pun karena sebelumnya aku kan juga pernah mengalaminya. Yang ada, Cia dan Cio malah menangis saat aku mulai kontraksi sambil menahan rasa sakit di ranjang rumah sakit.
Selain Cia dan Cio, di ruangan tempat aku sedang menunggu proses persalinan, lebih ramai dari tiga tahun yang lalu. Mas Radhit sudah pasti ada di sampingku, sekarang ditambah ditunggui pengasuh anakku, Teh Mira, orangtuaku yang buru-buru datang, serta sepupu Mas Radhit sedang tinggal di rumahku bersama temannya, Sisi dan Siti.
"Mama. Mama sakit," isak Cia.
"Mama Cio takut," imbuh Cio.
"Adeknya tidak lahir aja," lanjut Cio yang wajahnya sudah penuh air mata.
Mas Radhit hanya menanggapi dengan senyum sambil membersihkan air mata di wajah Cio disusul menyeka air mata Cia.
"Tunggu di luar sama Akung aja yuk?" ajak papaku yang buru-buru ditolak kedua anakku.
"Mama. Mama sakit terus sembuh kapan?" tanya Cia sesenggukan.
"Nanti, kalau adek lahir, Mama sembuh," jawabku lemas.
Cia mendadak menghentakkan kakinya ke lantai. "Adek nakal, Mama! Mama bikin sakit adek!" tangis Cia makin pecah.
"Nggak ada yang nakal, Cia," ujar Mas Radhit.
"Mama sakit, Yayah," timbrung Cio.
"Cia, Cio, ikut Sus main-main di luar mau tidak?" Sus ikut membujuk namun lagi-lagi ditolak.
"Tidak mau! Mau teman Mama!" tolak Cio yang membuatku tersenyum. Ya meskipun tangisan mereka cukup membuatku jadi panik, tapi aku bisa merasakan betapa anakku sayang padaku.
Butuh cukup lama untuk menenangkan Cia dan Cio. Namun akhirnya mereka bisa diam tiduran sambil memelukiku yang sedang kesakitan karena obat induksi.
Cukup lama, dokter akhirnya kembali mengecek dan proses persalinan ternyata sudah bisa dilakukan.
"Cia, sama Cio tunggu di luar dulu ya?" bujuk Mas Radhit. "Habis ini Mama nggak sakit lagi kayak tadi. Tapi tunggu di luar sama Sus ya?"
"Betul, Yayah?" tanya Cia.
"Iya. Betul. Yayah nggak bohong."
"Mama dicium dulu," suruh Mas Radhit yang segera dituruti oleh Cia dan Cio.
"Terima kasih," kataku pelan sambil tersenyum setelah Cia dan Cio keluar proses persalinan kemudian dimulai.
Saat proses mulai mengejan rasanya waktu seperti berhenti. Padahal prosesnya melahirkan anak ketigaku hanya memakan waktu tiga menit, selebihnya after care persalinan yang membutuhkan beberapa saat lagi. Dan ternyata dijahit itu sungguh sakit bukan main dan membuatku menangis kesakitan.
Sudah ya Mas Radhit, tiga anak cukup.
Ketika aku sudah kembali bersih, dan bernapas beberapa saat, Mas Radhit kemudian menggendong anak ketigaku mendekat.
Ah... lebih mungil dari, Cia dan Cio.
"Cantik," ujar Mas Radhit sambil membantuku menggendong anak ketigaku. Kemudian dia mengecup keningku kilat. "Makasih, Isla," katanya kemudian yang hanya bisa aku balas dengan senyum.
"Namanya siapa?"
Dari jauh-jauh hari meminta Mas Radhit mencari nama untuk anak ketigaku.
"Baby Lyn."
"Lyn? Lucu kelihatan mungil juga namanya, pas kayak baby-nya. Nama panjangnya?"
"Adelyn Fairystha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundless Hubby
RomanceHarindra Radhitya adalah seorang pendiam yang hangat. Jika kalian berpikiran semua orang yang memiliki sifat pendiam itu dingin. Biar aku patahkan pemikiran kalian dengan seorang Harindra Radhitya. Seorang mantan Kakak tingkat yang naik tingkat menj...