28. Tamu Tak Diundang

93.3K 10.5K 655
                                    


Radhit

Isla semalam marah. Dari hari ini dia masih kelihatan marah.

Sementara gue hanya diam.

Gue enggak tahu harus basa-basi gimana. Nanya dia udah makan, jawabannya udah karena gue lihat. Nanya dia marah atau enggak, jawabannya juga udah pasti karena kelihatan dari wajah ketusnya.

Gue sama sekali enggak berniat minta maaf duluan, karena gue rasanya enggak terlalu salah juga.

Kan niat gue baik, mau jadi sosok suami yang baik,mau bikin dia seneng. Tapi yang gue dapat adalah segala macam penolakannya.

Kalau Isla tanya soal kenapa gue enggak pernah nawarin nganterin dia pergi belanja. Di awal pernikahan gue memang sengaja membiarkannya pergi sendiri, karena takut Isla enggak nyaman. Toh, seiring berjalannya waktu harusnya Isla paham juga kalau gue bukan tipikan orang yang suka memulai sesuatu duluan. Kalau semisal diajak pasti gue iyain kok.

Hari ini hari Sabtu. Isla sedang sibuk di mini garden belakang rumah yang ditanami tomat dan cabai. Dari sofa dalam rumah, gue memperhatikan Isla yang tengah memindah pohon tomat yang berukuran 10 cm ke polybag yang berukuran sedang.

"MAS RADHIT!"

"MAS RADHIT!"

"MAIN YUK!"

Gue hampir tersedak kopi gue karena mendengar suara nyaring dari arah pintu depan rumah. Kemudian dengan langkah panjang gue bergegas ke depan rumah agar dua orang yang memanggil gue berhenti berteriak.

Gue membuka pintu rumah. Dua laki-laki itu langsung masuk begitu saja tanpa mengatakan apapun. Mereka langsung berjalan ke ruang TV tanpa izin dan mengambil konsol game.

Gue mengikuti mereka dan menatap mereka berdua dengan tajam.

"Numpang main game Mas," cengir Darren.

"Iya. Di rumah Darren TV kamarnya rusak. TV ruang makan ketinggian. TV ruang keluarga dipakai Bundanya." Wildan menjelaskan.

"Iya. Kalau di rumah Wildan lagi ada bokapnya, Mas. Jaerend lagi mencari dosa, Bang Jano lagi galauin istrinya yang entah ke mana," imbuh Darren.

Kenapa harus rumah gue? Isla lagi marah, timingnya gak pas!

"Pulang," kata gue singkat.

"Kenapa? Gangguin Mas sama Mbak Isla? Kan Mbak Isla udah hamil. Jadi gausah repot-repot bikin anak lagi." Darren bicara dengan entengnya.

"Gue sibuk."

"Kita gak ganggu lo kok Mas. Cuma mau minjem TV buat main game. Kita juga gak minta makan," kata Wildan yang kemudian menunjukkan snack yang sedari tadi dia peluk. "Nih, liat! Kita udah bawa sendiri."

Isla kelihatan berjalan mendekat. Wajahnya nampak biasa saja, tidak seperti tadi ketika hanya bedua.

"Oh ada tamu. Mau main game?"

"Iya Mbak. Tapi enggak boleh sama Mas Radhit." Darren mengadu.

Gue melempar tatapan tajam ke arah Darren, tapi anak itu kelihatan tak acuh.

"Aduh. Nama kamu siapa? Maaf ya lupa, habis jarang lihat."

"Gue Wildan, Mbak. Ini Darren."

"Ah. Iya Wildan sama Darren. Yaudah main aja. Nanti kalau ada apa-apa minta sama Mas Radhit aja ya." Kemudian Isla terlihat menaiki tangga.

Dua orang tamu tak di undang itu kemudian mengepalkan tangan ke udara seakan mereka telah menang.

"Nyalain-nyalain," kata Darren.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang