2. Another Crazy Rich Citra Gading

142K 14.1K 845
                                    

Sebelum menikah, aku pikir Mas Radhit itu laki-laki biasa saja. Yang aku maksud biasa saja adalah dia tidak mewah dan sederhana. Karena selama dua bulan persiapan pernikahan, dia sama sekali tidak menunjukkan padaku tentang tanda-tanda kalau sebenarnya dia termasuk laki-laki yang punya banyak harta.

Awalnya aku pikir rumah kami yang berlokasi di Komplek Perumahan Mewah Citra Gading ini adalah peninggalan orang tua Mas Radhit. Ternyata bukan. Mas Radhit sendiri lah yang membelinya. Kemudian, sampai di hari pernikahan kami, di malam pertama aku shock ketika dia menyerahkan satu buku tabungan dengan nominal yang fantastis bagiku.

"Ini buat kamu."

"Ma-mas? Ini banyak banget," jawabku saat itu yang masih shock.

"Buat keperluan rumah, sama kamu."

"Tapi mas gimana kalau kartunya di aku?"

Dia hanya tersenyum sambil berkat, "Kamu enggak usah mikirin aku."

Dan belakangan aku baru tahu, Mas Radhit property. Jadi pertanyaanku tentang dari mana uangnya terjawab. Selain berbisnis Mas Radhit itu pandai menyimpan uang. Dia memisah rekening untuk beberapa tujuan, bahkan tabungan pendidikan untuk anak kami kelak dia sudah memikirkannya. Dan sejak hari pertama menjadi istrinya aku sadar, kalau Mas Radhit ini benar-benar sosok yang mapan dan berkecukupan.

Ada banyak hal yang harus aku syukuri ketika menjadi Istri Harindra Radhitya. Salah satunya aku tidak perlu takut jatuh miskin karena untuk dana darurat sekalipun dia sudah punya. Tapi ya memang aku harus di uji dengan sifatnya yang pendiam itu.

Minggu pagi, aku menyibukkan diri dengan baking di dapur. Sementara Mas Radhit sepertinya sedang asik menonton TV. Sekitar jam 11, bel rumah berbunyi.

"Mas, tolong bukain ya? Aku lagi nangkat kue," teriakku dari dapur.

Tidak ada jawaban, namun aku mendengar lamat-lamat suara langkah kaki. Tak lama Mas Radhit membawa sebuah kotak yang cukup besar ke dapur.

"Itu apa?" tanyaku penasaran.

"Buat kamu," jawabnya sembari meletakkan kotak itu di meja makan.

"Aku enggak beli apa-apa perasaan." Aku berjalan mendekat.

"Aku yang beliin," jawabnya.

"Boleh aku buka?"

"Hmm."

Aku kemudian membuka paket itu yang dilapisi bubble wrap tebal, kemudian di dalam kardus masih ada kardus lagi, hingga di lapisan terakhir munculah nama 'Sergio Rossi'. Ini kali adalah kali ketiga, Mas Radhit tau-tau memberiku sesuatu yang sebenarnya aku tidak butuh-butuh amat.

"Heels? Kenapa Mas tiba-tiba beliin aku ini?" tanyaku penasaran.

"Kamu suka yang model kayak gitu."

Bukannya kegirangan karena baru saja mendapat hadiah mahal, aku malah menekuk wajahku. Beberapa pikiran muncul dibenakku. "Mas enggak beliin barang mahal ke aku karena malu sama aku kan? Maksud aku... Aku memang enggak pernah beli barang-barang yang harganya diluar nalar sebelumnya. Setelah nikah aku jadi makin tau standar mas itu yang bagaimana."

Mas Radhit diam, sudut bibirnya melengkung kebawah. "Kalau kamu kurang nyaman, enggak usah dipakai. Jual aja," katanya yang sedikit lebih panjang.

Semudah itu Mas Radhit bilang kata 'Jual aja.' Aku jadi kecewa. Bukan jawaban itu yang aku mau. Aku mau dia menjelaskan padaku, apakah dugaanku salah atau memang benar.

"Mas enggak menjawab pertanyaan aku. Mas enggak malu kan sama penampilan aku?"

"Enggak. Aku mau kamu senang," jawabnya kalem dengan air muka yang juga terlihat sama kecewanya denganku. Mungkin dimata Mas Radhit, aku kurang menghargai usaha dia.

"Maaf Mas, aku enggak bermaksud enggak menghargai. Cuma... Aku masih merasa aneh."

Seumur hidupku aku belum pernah pacaran. Jadi aku belum pernah menerima hadiah dari orang yang aku cintai selain dari orangtua. Dan dengan Mas Radhit, aku merasakan hal ini. Tiba-tiba ada hadiah, tiba-tiba dia memberiku kejutan, aku senang tapi dilain sisi aku belum terbiasa.

Mas Radhit kembali mengangguk dan tersenyum yang terpaksa.

"Dimaafin?"

"Aku enggak marah." Mas Radhit menjawab pertanyaanku.

"Jadi kenapa Mas bisa kepikiran ngasih hadiah ke aku? Perasaan aku enggak lagi ulang tahun, kita juga enggak ada acara spesial?"

Dia menggaruk lehernya tidak nyaman.

"Kalau enggak mau cerita gak papa kok Mas."

"Aku lihat mutasi rekening yang aku kasih buat kamu," ujarnya.

"Terus?"

"Dalam sebulan kamu cuma beberapa kali ambil uang."

"Ya kan aku juga kerja Mas. Jadi enggak semua keperluan aku, aku minta dari rekening Mas."

"Tapi kita udah nikah."

Kita udah nikah, tapi juga tetep diem Mas?

"Mas itu kayak orang bingung buang uangnya kemana tau gak sih?" Aku tertawa pelan.

"Jadi Mas, ngide buat beliin aku hadiah-hadiah itu karena aku jarang ambil uang Mas?"

"Itu uang kamu juga," ralatnya.

"Ya... Maksud aku uang dari rekening yang Mas kasih ke aku. Aku masih penyesuaian juga Mas, Mas tau kan selama ini belum pernah diperlakukan seperti ini sama laki-laki lain? Aku jujur masih sedikit canggung Mas. Aku perlu banyak belajar."

"Sejujurnya aku kaget waktu Mas kasih buku tabungan yang kata kamu buat kebutuhan sehari-hari. Itu nominalnya banyak. Aku sampai shock sendiri."

Sekarang Mas Radhit yang tertawa pelan. Mas Radhit itu sebenarnya manis dan hangat. Hanya saja banyak diamnya.

"Kamu bisa beli apapun yang kamu mau"

Aku tertawa pelan mendengar kalimatnya. "Makasih Mas. Aku menghargai kok apapun yang Mas kasih. Maaf ya tadi kepikiran yang aneh-aneh sama Mas. Tapi kamu emang aneh Mas."

"Kamu diem banget," lanjutku yang membuatnya mengeryitkan dahi. Karena tidak tega merusak suasana, aku buru-buru menyuruhnya duduk untuk mencicipi kue buatanku.

"Enak kan Mas?"

Dia tersenyum sambil menyuapkan kembali potongan kue yang baru saja aku potongkan untuknya.

"Aku nanti mau pergi sebentar."

"Kemana?" kalau tidak ditanya mungkin Mas Radhit cuma bilang mau pergi.

"Mau beli apartemen."

Aku tersedak. Bisanya dia bilang mau beli apartemen seperti mau beli nasi pada di depan komplek. Melihat aku tersedak, Mas Radhit buru-buru menuangkan segelas air dan memberikannya kepadaku.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang