68. Babymoon 🌙

56.3K 7.1K 463
                                    

Here we are!

Kalau beberapa minggu yang lalu kami sepakat untuk pergi ke Korea. Maka hari ini akan aku beri tahu kalian kalau kami batal ke Korea.

Yang punya uang lama-lama malas kalau aku bandingkan dengan Kim Wonpil. Padahal sebenarnya hanya bercanda, tapi Mas Radhit terlanjur panas sepertinya.

"Korea! Nanti ke depan kantornya Kim Wonpil ya?"

"Buat apa?"

"Lihat Kim Wonpil!"

Di lain hari aku menggoda Mas Radhit lagi dengan berkata.

"Nanti nih ya Mas, kalau kita ketemu Kim Wonpil pasti aku dapet tanda tangannya! Soalnya aku lagi hamil, pasti dia notice keberadaanku!"

"Mau cari di mana?"

"Di Korea!"

"Korea luas. Wonpil sibuk."

"Biasanya fans tau schedule-nya. Nanti kita bisa tanya sama tour guide lokasinya di mana."

"Nggak mau."

Dan aku tidak pernah lelah untuk membawa nama Kim Wonpil, karena ketika aku menyebut namanya wajah Mas Radhit jadi masam.

Lucu sekali. Lagi pula buat apa sih ke Korea mengejar Kim Wonpil? Aku bukan wanita lajang lagi yang masih sempat untuk mengejar idolanya.

Kalau aku lakukan betulan saat sudah punya suami, mungkin aku akan terlihat sangat konyol di depan Mas Radhit. Berteriak memanggil laki-laki lain, meskipun tidak bisa aku raih di saat aku punya suami. Big no!

Southern France adalah pilihan Mas Radhit.

Aku tidak tahu bagaimana cara Mas Radhit mengurusi semua persiapan dari visa, tiket, hotel, dan lainnya dengan cepat. Yang jelas dua hari setelah aku keluar dari RS, Mas Radhit bilang dia tidak ingin ke Korea.
"Jangan Korea."

"Loh? Kenapa? Katanya boleh?"

"Mainstream."

"Kim Wonpilku gimana Mas?" tenang ini hanya bercanda.

"Bukan Wonpilmu."

Aku menahan tawa.

"Yah nggak jadi nuker Mas Radhit sama Kim Wonpil deh. Padahal seru banget kayaknya kalau Kim Wonpil punya anak kembar, pas-"

Mas Radhit memotong kalimatku dengan kecupan singkat. Saat aku melihat wajahnya menjauh, seperti biasa yang tergambar di sana adalah raut masam.

"Ih bercada... Nggak mungkin juga aku sama Kim Wonpil," ujarku sambil menepuk lengannya pelan. "Tapi kalau ada keajaiban boleh lah," lanjutku usil.

"Isla," tegurnya tak suka kala itu.

Kami sampai di Cote d'Azur ketika matahari di kota itu mulai terbenam. Sebelum sampai di sebuah kota pinggir pantai selatan Perancis ini,  kami ada di Paris selama beberapa jam untuk menunggu tour guide yang di sewa Mas Radhit.

Mas Radhit sempat jengkel karena seseorang yang ternyata masih mahasiswa itu izin untuk mengikuti kelas terlebih dahulu. Aku juga bosan. Belum lagi perjalanan dari Paris ke Nice yang merupakan ibu kota dari Cote d'Azur memakan waktu tiga jam

Seandainya aku sedang tidak hamil, mungkin aku akan baik-baik saja. Masalah pinggangku pegal sekali.

Aku lelah diperjalanan. Namun satu yang membuatku kembali tersenyum adalah, ketika mengetahui wajahku tidak nyaman dengan semua perjalanan ini, Mas Radhit diam-diam memijat pinggang bagian belakangku. Sama seperti biasanya, tanpa suara.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang