34. Nickname

78.5K 9.3K 374
                                    

"Isla," panggil Mas Radhit yang tengah menyelesaikan tugas kantornya di ruang TV.

Dia terlihat menutup laptopnya kemudian menaruh benda itu di meja dekatnya.

"Udah selesai?" tanyaku.

"Udah."

"Aku nyalain TV nya ya?"

"Jangan," cegahnya.

"Yaudah kalau gitu tidur aja? Tapi baru jam delapan,"

"Baca buku aja," sarannya yang langsung membuatku malas.

Aku mendengus pelan sebelum membalas sarannya itu. Mas Radhit ngira aku malas baca buku parenting dan kehamilan apa ya? Sampai-sampai dia sering sekali menyuruhku untuk membaca.

"Sebenernya ya Mas... Aku tuh juga baca buku-buku punya Mas Radhit kalau lagi senggang di kantor. Kebetulan kerjaan aku lagi longgar. Jadi kal-"

Kebiasaannya Mas Radhit memotong pembicaraan dengan sebuah ciuman singkat kembali lagi. Setelah tubuh Mas Radhit menjauh, aku menatapnya tajam. Mas Radhit hanya tersenyum jahil saat mataku menajam. Sebenarnya Mas Radhit itu juga usil, jadi kalau anak kami punya usil ya wajar saja.

"Maaf," katanya kemudian masih disertai senyum jahil.

"Ngomong sama buku-buku aja sana Mas."

Mas Radhit tertawa pelan, karena berhasil membuatku sedikit kesal.

"Maaf Isla." Mas Radhit mengulang permintaan maafnya.

"Pijitin dulu tapi."

Tanpa menjawab Mas Radhit kemudian langsung menggeser duduknya mendekat dan mulai memijat kepalaku. Daripada dipijat dibagian badan, atau kaki, aku lebih suka dipijat di bagian kepala. Mungkin karena pertama kali Mas Radhit memijatku itu dibagian kepala, makanya aku suka dipijat di bagian kepala.

"Mas, aku punya saran."

Mas Radhit tidak menjawab, tapi aku tahu dia pasti mendengarkan.

"Mas udah ada buku pijat bayi belum?" tanyaku.

"Belum."

"Mas kan lagi kalap beli buku. Sekalian gih, beli buku pijat bayi. Biar nanti Mas bisa buka praktik pijat bayi," usulku yang disertai kekehan kecil.

"Pijetan Mas Radhit enak. Kayaknya tangan Mas Radhit cocok jadi tukang pijet," lanjutku.

Pijatan Mas Radhit itu benar-benar enak. Aku sangat nyaman ketika dia memijat kepalaku. Bahkan kadang aku tidak ingin dia berhenti sebelum aku tidur.

"Isla..." Mas Radhit terdengar menegurku. Tapi aku mengacuhkannya dan memilih untuk menggodanya lagi.

"Beneran. Bisa jadi usaha sampingan selain bisnis property." Kemudian aku tertawa.

"Kalau yang buka praktik pijet orang ganteng pasti yang dateng banyak."

Terdengar helaan nafas Mas Radhit.

"Kamu mau eksploitasi suami?" tanyanya datar.

"Bukan eksploitasi, aku cuma bantu Mas Radhit meng-explore bakat."

Mas Radhit kemudian tidak membalas perkataanku, dia kembali fokus dengan pijatannya di kepalaku. Mataku terpejam ketika tangannya bergerak di dekat pelipisku. Kemudian beralih ke atas lagi, dan seterusnya berpindah-pindah untuk waktu yang cukup lama.

"Udah ya?" Sepertinya Mas Radhit sudah lelah memijat kepalaku, tangannya kemudian bergerak melingkar di pinggangku lalu menyenderkan kepalanya di bahuku.

Seperti biasa aroma parfum Mas Radhit tercium kuat. Aku suka sekali dengan semua koleksi parfum miliknya, meskipun Mas Radhit suka berganti-gantiin parfum sehingga tidak memiliki aroma yang khas, aku tetap menyukainya. Semua pilihan aromanya selalu calming dan bisa membuatku memejamkan mata dengan nyaman seperti saat ini.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang