53. Lagi-lagi Begini

58.4K 9.6K 990
                                    

Aku memasuki rumah dengan tubuh yang letih. Hari ini Refa menggelar acara Baby Shower. Sebagai tetangga sekaligus teman Refa, dari kemarin aku ikut sibuk membantu Refa. Meskipun sudah ada EO, tapi Refa masih perlu bantuan. Di rumahnya hanya ada suaminya, orangtuanya tidak datang, yang aku lihat hanya mertuanya saja hari ini.

Dari kemarin Refa terlihat murung, dan hal itu entah membuat mood-ku jadi sedikit gelap. Jadi sedari kemarin aku terus menemani Refa bersama tiga temannya yang lain. Ada 2 mahasiswa yang terlihat seperti adiknya, ada juga teman kantornya dulu —yang merupakan pacarnya Jaerend.

Selesai acara tadi, Refa kelihatan langsung menangis dipelukan ibu mertuanya. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi melihatnya menangis membuatku menjadi kasihan dan muram.

Semoga Refa baik-baik saja.

"Mas Radhit..." panggilku ketika membuka pintu kamar.

Mas Radhit kelihatan keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Tadi aku menyuruhnya untuk pulang terlebih dahulu, karena aku masih ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi. Hingga rumah Refa selesai dibersihkan, aku sama sekali tidak mendapat informasi apapun. Anas, Yasmine, dan Putri, tiga teman Refa yang sedari kemarin ikut membantu sama sekali tidak mengatakan apapun padaku.

Haruskah aku bertanya pada Darren atau Wildan?

"Mandi?" tanya Mas Radhit.

"Iya, aku mandi dulu," pamitku yang kemudian segera menuju walk in closet untuk mengambil pakaian.

Tak perlu waktu lama, aku segera keluar dari kamar mandi dan mendapati Mas Radhit duduk di tempat tidur dengan box dan beberapa paper bag dari brand luar yang sudah tidak asing bagiku.

Baru juga kemarin aku bertanya, kenapa Mas Radhit belum berulah lagi. Mungkin karena minggu-minggu kemarin dia sibuk dengan perencanaan PT yang dia dan teman-temannya rencanakan. Dan hari ini akhirnya aku kembali melihat Mas Radhit dengan belanjaannya untukku.

Ingat Isla, ini kan hadiah. Kalau dalihnya hadiah, maka aku tidak boleh marah. Mas Radhit sudah bilang, dia tidak mau dilarang kalau soal hadiah. Jadi ya sudah lah. Mau bagaimana lagi?

Aku berjalan mendekat ke arah tempat tidur. Ekspresi Mas Radhit terlihat datar. Dia belum buka suara untuk menjelaskannya. Akhirnya aku yang mengalah untuk bertanya lebih dahulu.

"Ini apa Mas?"

"Bra."

Hah?

Buru-buru aku membuka isi paper bag yang ada di hadapanku, setelah melihat 1 paper bag, aku meraih paper bag lain yang isinya sama saja, semuanya Bra berbagai macam warna dan motif.

"Mas?"

Aku bingung harus bereaksi bagaimana. Ingin rasanya aku menarik selimut lalu menutupi diriku karena malu.

"Ngapain dibeliin sih?" Kemungkinan wajahku sudah memerah karena aku benar-benar malu.

"Katanya yang lama sesek?"

Ya ampun!

Tahu tidak? Sebenarnya aku tidak pernah mengatakannya pada Mas Radhit!

Kira-kira dua minggu yang lalu, aku menggumam pelan saat sedang memilih dalaman. "Kayaknya harus beli baru deh, udah mulai sesek," gumamku kala itu yang sebenarnya aku tidak berniat mengatakannya pada Mas Radhit. Namun Mas Radhit mendengarnya sendiri karena pada saat aku mengumamkan hal itu, Mas Radhit ada di belakangku.

Kedepannya aku harus berhati-hati, karena Mas Radhit ini adalah tipe yang perhatian. Iya, bahkan tidak minta sekalipun kalau aku butuh akan dibelikan.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang