35. Suami Siaga

81.4K 9.6K 162
                                    

Usia kandunganku memasuki minggu ke enam. Kalau kemarin-kemarin aku masih baik-baik saja, beberapa hari kebelakang ini aku mulai mengalami beberapa perubahan.

Aku mulai sering mual, berat badanku mulai naik, dan yang membuatku kadang tersenyum gemas adalah perutku yang sedikit membuncit meskipun kalau dari luar masih belum terlihat jelas.

Jam 03.00 pagi aku merasakan mual. Perasaan mualku tidak pernah kenal waktu. Tapi yang jelas pagi hari adalah jadwal rutinnya.

Aku bangkit untuk ke kamar mandi. Entah sejak kapan Mas Radhit ada di belakangku untuk memegangi rambutku. Tapi pagi itu tidak ada yang aku keluarkam selain angin.

"Turun yuk," ajak Mas Radhit dengan tenang.

Ketika aku merasa mual, Mas Radhit sama sekali tidak khawatir ataupun cemas. Sepertinya karena Mas Radhit sudah banyak membaca buku-buku kehamilan.

Mas Radhit membawaku ke dapur. Dia kemudian menyuruhku menunggu di mini bar, sementara dirinya sedang membuatkanku minuman jahe. Oh iya itu bukan minuman jahe kemasan, tapi benar-benar dari jahe.

Kalau dulu sebelum aku hamil Mas Radhit tidak pernah terlihat memegang pekerjaan rumah —kecuali kalau aku minta tolong, dan tidak pernah kelihatan membuat sesuatu. Sekarang dia mulai berubah. Mas Radhit mulai membantuku mencuci piring tanpa di minta, meskipun terlihat sederhana tapi tetap saja itu sebuah perubahan. Kemudian Mas Radhit juga rajin membersihkan kamar mandi, terutama menggosok lantai agar tidak licin, kalau hal ini, sepertinya dia takut aku terpeleset.

Perubahan yang lainnya adalah Mas Radhit mulai membuat kopinya sendiri kalau aku sedang tidak menawarinya, kemudian dia akan membuatkanku minuman jahe panas ketika aku mulai mual. Mas Radhit akan membakar jahe sendiri, kemudian menyeduhnya dengan air panas dan gula batu untukku. Kadang dia juga menambahkan sereh ke dalamnya. Kemungkinan Mas Radhit belajar dari buku yang dia baca.

Sedikit lama. Aku menunggu sambil menatapnya dari kejauhan. Senyuman tipis terukir dari bibirku, laki-laki yang tengah aku tatap itu sibuk dengan teko transparan kecil dengan jahe yang sudah dimasukkan ke dalamnya.

Tentang cerita orang yang mulai berubah ketika mempunyai anak memang terbukti pada Mas Radhit. Sekarang aku melihat perubahan itu pada Mas Radhit. Aku harap perubahan selanjutnya adalah tentang sifatnya yang pendiam. Sedikit saja, aku ingin Mas Radhit sedikit berisik. Karena sepertinya anak kami suka dengan suasana berisik.

Mas Radhit membawakan secangkir jahe panas buatannya dengan rambut yang berantakan karena belum sempat merapikannya. Tanpa suara dia menggeser cangkir itu kepadaku.

"Makasih," ucapku.

Mas Radhit hanya mengangguk kemudian mengusap-usap punggungku.

"Masih mual?"

"Tadi iya, sekarang enggak."

"Pelan-pelan, panas." Dia memperingatiku.

"Mas mau?" tawaku padanya yang dibalas dengan geleng.

Rasa minuman jahe buatan Mas Radhit itu enak. Pedas khas jahe terasa kuat, namun tidak berlebihan sehingga menimbulkan rasa pahit, manisnya juga pas karena takarannya selalu sama.

"Mas tidur aja, nanti aku susul."

Mas Radhit tadi harus menyelesaikan pekerjaan kantor entah aku tidak tahu sampai pukul berapa. Kemungkinan dia baru saja tidur, karena matanya benar-benar terlihat sipit.

"Selesaiin dulu." Mas Radhit menolak saranku. Akupun segera meniupi minuman yang dibuatkan Mas Radhit itu agar kami segera kembali tidur. Saking terburu-burunya, akhirnya minumannya sedikit tumpah ke bajuku.

"Hati-hati." Mas Radhit berjalan ke meja makan lalu mengambil tissue untuk membersihkan piyamaku yang kotor.

Kadang Mas Radhit itu memperlakukan aku seperti sedang mengasuh anak. Melihat caranya memperlakukan aku, aku yakin sekali kalau kedepannya dia bisa jadi sosok ayah yang baik.

Aku tersenyum lebar ketika membayangkan hal itu. Mas Radhit yang selesai membersihka piyamaku menatapku dengan tanda tanya.

"Hehe." Aku nyengir ke arah Mas Radhit.

"Mas Radhit kadang-kadang kayak lagi latian ngasuh anak. Mas mulai praktek dari buku yang Mas baca ya?" tanyaku kemudian.

Yang kudapat adalah tatapan sinis Mas Radhit. Loh? Salah ya?

"Dibuku nggak ada tutorial bersihin piyama basah."

Aku kembali menunjukkan cengiranku padanya. "Oh... Kirain diajarin juga di buku," candaku.

"Mas."

"Hm?"

"Perutku udah mulai buncit tau." Aku mengusap pelan perutku.

"Lucu banget," lanjutku.

Mas Radhit tidak bersuara yang dia lakukan hanya ikut mengusap pelan perutku.

"Katanya kalau kandungan tambah usia, nanti badan jadi cepet pegel."

Mas Radhit mengangguk. Dia pasti sudah paham karena banyak membaca buku kehamilan.

"Nanti kalau aku minta pijitin jangan ngeluh ya Mas?"

Mas Radhit menjawab dengan senyumannya.

"Terus nanti kalau morning sickness tiba-tiba jadi parah Mas jangan keganggu ya?"

"Hm..."

"Nanti kalau tambah berat badan dan bajuku gak muat, Mas mau beliin aku baju?"

"Iya."

Aku tersenyum lebar. "Sip! Nanti Mas Radhit aku kasih label suami siaga nomor satu sedunianya Isla."

Tawa pelan Mas Radhit terdengar pelan.

"Nanti kalau banyak yang banyak berubah dari aku Mas udah nggak kaget kan ya?"

"Iya."

"Jelasin kek. Dari tadi Iya ha-hem-ha-hem mulu," protesku.

"Iya Isla. Makanya penting buat belajar sedari awal supaya aku tau kamu nanti ngalamin apa aja, kamu bakalan ngeluhin apa aja, dan aku harus gimana aja," terangnya panjang.

"Hehe. Jadi tersipu," balasku yang mendapat pipi pelan dari Mas Radhit.

"Aku pernah bilang. Aku enggak bisa ngerawat orang sakit, aku kurang bisa jagain orang. Tapi sekarang nggak bisa kalau aku terus kayak gitu. Sekarang ada kamu, ada Mop-"

"IH! MOPSY LAGI SIH?!" seruku memotong penjelasannya.

"Sayang maksudnya..." koreksinya.

Aku mendengus pelan.

"Sekarang ada kamu sama si Sayang. Aku mau aja jadi Ayah sama suami yang bisa jagain kalian, ngerawat kalian. Enggak cuma mencukupi kebutuhan aja."

Ya Tuhan aku jadi terharu. Aku menatapnya lurus sambil menipiskan bibir. Kemudian aku berkata, "Untung aja Mas Radhit suami aku. Kalau bukan Mas Radhit, kayaknya aku nggak bakal nikah deh."

Ucapaku berhasil membuat Mas Radhit tertawa riang.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang