90. ((random daily life))

15.2K 1.7K 103
                                    

*part 90 ga tuh? 😭😭*

🐰🐰🐰

"Mama, mau nana," pinta Cia.

"Iya habisin dulu jeruknya, baru mama ambilin banana."

"Mama. Mama. Nanti main-main lihat aya ya?" timbrung Cio sambil menunggu aku membersihkan biji jeruk.

"Buaya itu bukan untuk diajak main-main. Buaya hewan buas."

"Kata Om Yayan boleh main-main sama aya," sanggah Cia.

"Kok udah tiga tahun ngomongnya masih disingkat-singkat, La? Diajarin ngomong kata aslinya, nanti kebiasaan loh."

Ini yang paling aku nggak sukai dari berkunjung ke rumah orangtuaku. Komentar mamaku sendiri.

"Kalau mereka ngomong kan juga aku kasih panjangnya. Lagian wajar, anak tiga tahun suka mendekin kata."

"Kamu dulu enggak."

Itu lagi.

Mama akan selalu membandingkan Cia dan Cio dengan aku waktu kecil.

"Takutnya nanti jadi kebiasaan."

"Mama lagi." Cio menarik fokusku dari pembicaraan dengan nenek mereka.

"Cio, nanti kalau sudah pulang mau main sama apa tadi?" tanya Mama.

"Aya! Ayanya besar, Ti!"

"Bu-aya. Buaya. Bukan aya, tapi bu-aya."

"Baya," sambut Cio dengan kata yang tak sama seperti yang diucapkan mamaku.

"Udah, Ma. Mereka ini masih belajar mengenal bahasa dan kata. Selagi mereka ngerti aya itu buaya, ya sudah dibiarkan dulu aja. Mereka ngerti kok sebetulnya, tapi mungkin bagi mereka kepanjangan makanya cuma diambil belakangannya aja," terangku yang aku yakin sekali akan dibantah lagi.

"Anakmu ini udah pinter ngomong loh, La. Nggak apa-apa dibenerin."

Tapi mama bukan minta ngebenerin, dia meminta aku memaksa Cia dan Cio mengucapkan kata dengan sebenar-benarnya.

Ngomong-ngomong tentang kemampuan bicara anak. Sebelum dapat pujian begini, mama juga pernah berkomentar beberapa minggu yang lalu, "Kok Cia sama Cio ngomongnya masih suka kebalik-balik ya, La?"

Jengah rasanya kalau mendengar mama selalu bertanya dengan niat ingin membandingkan aku dan anakku. Apalagi kalau sudah membahas soal usilnya Cia dan Cio. Ingin sekali aku nggak mampir ke rumah orangtuaku karena malas kalau mamaku suda mengeluh betapa super usilnya anak-anakku.

Mamaku nggak pernah merasakan punya anak super aktif dan usil, karena selain dulu aku nggak seaktif anak-anakku, aku sewaktu kecil juga lebih sering diasuh pengasuhku karena orangtuaku bekerja. Jadi kadang aku merasa heran, mamaku seringkali berkomentar seakan si paling tahu tentang perkembangan anak, padahal dia hanya ada denganku saat sore hingga pagi hari, itu pun terpotong malam yang panjang.

"Mama, nana sekarang," ujar Cia.

"Iya." Aku segera mengambilkan pisang di meja dekat kulkas.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang