13. Family Oriented

107K 13.8K 517
                                    

Mas Radhit tidak berbohong ketika dia mengatakan bahwa aku adalah kesayangannya -menurutku sih begitu. Dia dengan sifatnya yang pendiam selalu berusaha memberiku semua yang aku butuhkan meskipun terkadang aku tidak meminta.

Dia pernah berkata singkat, padat dan jelas padaku, "Kalau kamu nggak mau beli sesuatu pakai uangku. Kamu bilang aja ke aku nanti aku beliin," kata Radhit 28 tahun seorang pendiam yang jarang memerintah.

Mas Radhit menurutku adalah seseorang yang kalau sudah sayang, apa saja akan dia berikan. Termasuk kepada keluarganya. Ketika Mbak Gani memperbudak Mas Radhit untuk menemaninya chek up rutin pada saat suaminya sibuk, atau ketika tengah malam Mbak Gani nyidam saat suami Mbak Gani sedang dinas keluar kota, Mas Radhit tidak pernah sekalipun mengeluh apabila mendadak mendapat panggilan telepon.

Mas Radhit itu seseorang yang family oriented. Rasanya aku sangat beruntung sekali mendapat suami seperti Mas Radhit. Ya, walaupun dia sangat pendiam.

Sore ketika aku dan Mas Radhit telah berada di rumah seusai bekerja, tiba-tiba Mbak Gani meneleponku.

"Halo Mbak?"

"Isla, Radhit di rumah?"

"Iya Mbak ada apa?"

"Mama kepleset di kamar mandi. Sekarang ada di RS."

"Hah?"

"Mas. Mama di RS, kelepleset dari kamar mandi!" kataku pada Mas Radhit yang sedang menonton TV dengan suara yang amat sangat pelan.

"Mbak, aku tutup ya. Aku sama Mas Radhit ke RS."

Mas Radhit terlihat sudah mengambil kunci mobilnya. "Aku tunggu di luar," katanya singkat.

Aku langsung bergegas ke dalam kamar untuk mengambil tas dan jaket. Di jalan Mas Radhit masih terlihat tenang. Aku juga tidak banyak bicara karena sibuk memikirkan keadaan Mama juga. Sesampainya di sana ternyata Papa sudah menunggu depan ruang operasi.

"Tulang belakangnya geser Dhit. Lagi di operasi." Papa menjelaskan.

"Selain itu enggak ada yang luka kan Pa?" tanyaku.

"Enggak La."

Berikutnya kami duduk di depan ruang operasi menunggu Mama. Aku sesekali mengobrol dengan Papa, Mas Radhit seperti biasa dia diam dengan tenang.

"Kalian pulang aja, biar Papa di sini yang nungguin."

Aku tidak bereaksi karena menunggu Mas Radhit.

"Papa ketemu dokternya dulu ya." Papa kemudian menjauh.

"Isla kamu pulang ya? Aku anter," ujarnya halus.

"Mas gimana?"

"Aku nanti tidur di sini," jawabnya.

"Kalau gitu aku balik sendiri aja Mas. Dari pada bolak-balik," aku menyarankan.

Dia kelihatan mempertimbangkan.

"Kan aku biasa nyetir sendiri juga," bujukku.

Dia akhirnya memberikan kunci mobilnya sambil mengusap rambutku.

"Pelan-pelan. Udah malem."

"Tapi bentar, aku beliin selimut dulu ya Mas," kataku sambil melihat penampilan Mas Radhit yang hanya menggunakan kaos berlengan pendek, dan celana 3/4.

"Mas naik ke ruangan Mama dulu aja. Nanti aku bawain ke sana," ujarku sambil berdiri.

Mas Radhit hanya mengangguk. Aku pun segera pergi ke sebuah toserba depan RS dan membeli selimut untuk Papa dan Mas Radhit. Tak lupa aku membeli peralatan mandi dan beberapa makanan ringan.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang