70. Homey

61.4K 7.2K 567
                                    

Welcome home!

Akhirnya kami tiba di rumah. Dalam bayanganku, barang kami akan ditahan terlebih dahulu. Tapi hal itu tidak terjadi karena baru turun dari pesawat saja, ada seseorang petugas bandara yang berjalan menghampiri kami.

"Pak Radhit?" tanyanya waktu itu. Berikutnya semua berjalan dengan mulus, dan aku yakin sekali ini adalah ulah Mas Radhit dan koneksinya.

Mas Radhit menarik koper-koper kami ke dalam rumah, sementara aku hanya membawa diri dan mengikuti Mas Radhit saja. Awalnya kami pergi dengan dua koper kecil. Pulang-pulang kami membawa empat koper yang menyebabkan Mas Radhit harus membayar lebih untuk dua koper yang lain.

Untungnya dia Harindra Radhitya yang tidak pernah pusing soal uang. Disuruh membayar lebih ya sudah, dibayar saja tanpa bicara apapun.

Sampai di rumah kami benar-benar langsung beristirahat. Koper-koper juga belum sempat kami sentuh. Mungkin baru besok, aku akan membuka koper-koper itu.

Mas Radhit menarik selimut untukku sehingga menutup sampai ke lengan atasku. Aku tidur menyamping sambil menghadap Mas Radhit. Seperti biasa, Mas Radhit akan memelukku dibagian lengan atas.

Mata Mas Radhit sudah kelihatan mengantuk, namun dia masih terlihat menahan kantuknya untuk bicara padaku.

"Isla?"

Aku tersenyum sambil menunggu Mas Radhit melanjutkan kalimatnya. Namun Mas Radhit tidak segera melanjutkannya. Dia hanya menatap ke dalam mataku, begitupun dengan aku.

Hening.

"Isla?"

"Iya?" jawabku.

"Aku nggak bisa mengeskpresikan perasaan aku. Aku seneng banget kalau kamu seneng." Ucapannya begitu lembut dan terasa tulus.

"Makasih juga Mas Radhit. Kamu juga yang bikin aku seneng. Ada kamu di deket aku begini, rasanya aku nggak perlu khawatir apa-apa. Karena ada kamu yang sebegitu baiknya sama aku. Sekarang Mas Radhit mau apa? Aku juga mau bikin kamu seneng."

"Kamu di sini sama aku udah cukup. Lusa kita ketemu psikiater ya? Buat tahu gimana perkembangannya, sekalian nanti check up kehamilan?" ajaknya panjang yang aku angguki dengan senyum lebar.

"Iya..."

**

Aku tidur dengan sangat nyenyak hingga terbangun dengan sebuah tangan yang memeluk lengan bagian atasku. Namun kali ini ada yang mengangguku, tangan Mas Radhit terasa sangat panas.

"Mas?" panggilku buru-buru dan meraba tangannya.

Panas sekali.

Mas Radhit mulai membuka matanya ketika bahu tanganku menyentuh dahinya.

"Mas, sakit?" tanyaku khawatir sembari menyingkirkan selimutku.

Mas Radhit hanya diam sambil berkedip di tempat.

Berikutnya aku buru-buru mengambil termometer dan memeriksa suhu tubuhnya.

"Mas, hari ini ke dokter aja ya? Ini 39, Mas," terangku.

Yang dilakukan Mas Radhit mengusap tanganku tanpa bicara apapun.

"Mas? Atau aku telponin dokter?"

Masih diam.

"Mas Radhit?"

Akhirnya dengan ogah-ogahan Mas Radhit bangun dari posisi tidurnya.

Lengannya dia lebarkan lalu memelukku begitu saja.

"Mas?"

Aku jadi bingung.

"Panas banget kamu itu. Mau ke dokter atau telpon dokter aja?" tawarku.

Soundless HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang