"Dia ada sama aku. Aku rasa itu bukan cuman 3 bulan lebih, tapi lebih lama dari itu."
"Aku ngobrol, maas. Dia cantik, dia lucu, pipinya tembem, kulitnya putiih. Hiks. Dia bahkan nyanyiin aku."
"Aku bahkan susuin diaa. Hiks. Tapi dia ga pernah nangis. Justru dia selalu bilang ke aku buat terima kenyataan kalo dia ga bakalan ada di dunia setelah aku pergininggalin dia di alam sana itu. Hiks."
"Itu terasa nyata, aku hidup disana. Dia selalu tahan aku buat nemuin kalian. Dia bilang. Hiks. Dia bakalan susah lagi ketemu sama aku kalo kita udah pisah. Hiks. Hiks." Sara begitu lirih menatap pada sang suami. Semuanya terasa nyata, Sara sadar itu mimpi pun kala dirinya bangun dan melihat dunia.
"Bahkan,.. bahkan dia kasih tahu namanya hari kemarin."
Yuda hanya mampu menggeleng seiring menggenggam menguatkan sang istri. Jelas Yuda percaya, hanya saja itu semua seperti bukan kenyataan.
"Nam-namanya,.. hiks. Hiks."
"Mas Yuda kasih nama, kan? Mungkin dia mau nama yang dia sebut. Hiks." Sara hanya bisa membuat kepalanya miring untuk bisa menatap sang suami. Sara bahkan belum bisa menggeser tubuhnya sendiri.
"Tapi namanya aneh. Dia bilang, nama dia Claudia Vittori Ferrara."
"W-what? What more what? Haha. Itu emang nama anak kita, Sara. Iya, dia perempuan. Aku kasih nama Claudia Vittori Ferrara Pratama." Yuda terkekeh hampa ditengah rasa sedih.
Yuda bagaikan orang linglung. Ada senang, sedih, rindu, bahagia. Nama itu sudah teramat diniatkan tuk dipersembahkan kepada anak kedua mereka itu.
"Dia titip salam sama papih. Setiap dia manggil aku, dia ga panggil aku mamah, tapi mamih. Dia juga panggil mas Yuda papih."
"Papih, maas. Hiks. Mamiih. Dia manggil aku mamiih." Sara menangis ditengah senyuman pedihnya. Dadanya ia tekan tegas berulang kali.
"Hiks. Hiks."
"Kenapa, sayang? Hmm? Jangan nangis lagi kayak gini, Sara. Kamu kenapa?" Ujar Yuda dengan sabar menghapus sisa airmata Sara.
"Hiks. Aku kangen diaa. Hiks. Aku takut dia ga muncul lagi di mimpi aku. Hiks. Hiks."
Yuda terpejam membiarkan airmata menetes, perlahan dirinya membungkuk, merengkuh sang istri.
"Hiks. Hiks. Andai aku ga suruh ajudan biarin aku sendirian di tempat itu. Hiks. Aku minta maaf."
"Mamah minta maaf, sayaang. Hiks. Claudia cantik, anaknya mamaah. Hiks." Sara terisak seiring membalas pelukan suami walau tanpa banyak tenaga.
"Dia cantiik. Hiks. Huuu. Anak akuuu. Hiks."
"Sst. Jangan nangis, ga papa. Kamu bilang ini udah takdir, kan?" Bisik Yuda sesekali mengecup lembut ujung kepala sang istri.
"Rambutnya masih pendek,.. rambutnya kriting kecil, coklat. Hiks. Bibirnya orange, bulu matanya lentik-lentik. Idungnya sedikit bulut. Lucuu. Hiks."
"Mamih bakalan selalu inget. Hiks. Anaknya mamih sama papiiih. Hiks. Yang tenang disana, sayaang."
"Jangan lari-larian terus disananya, sayaang. Hiks. Mamih ga bisa bantu obatin kamu lagi. Huuu."
"Huuu. Huuu. Claudiaaa. Cintanya mamih papih sama kak Celine. Hiks. Yang tenang disana, naak. Hiks." Sara terpejam kuat merasakan kesakitan hatinya. Bahkan dirinya yang mengandung selama tujuh bulan sama sekali tak diberi kesempatan melihat juga memeluk di dunia nyata tuk terakhir kalinya, sakit sekali.
"Yang tenang, Sara. Sst. Kamu ga boleh terus kayak gini. Kamu bisa koma lagi, aku ga mau."
"Ssst. Anak kita pasti tenang disana, dia udah di tempat yang seharusnya. Kalo dia tahu mamihnya nangis kayak gini, dia pasti sedih, dia ga terima." Yuda mengusap sabar punggung atas sang istri juga tak lupa menepuk lembut disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Celine
General FictionKisah cinta Sara Kamelia (23) dan Yuda Pratama (35) yang secara tidak langsung diperasatukan oleh seorang gadis kecil menggemaskan bernama Celina Anggun Pratama (5). Yuda Pratama si pemilik hati sekeras batu itu berujung tersentuh dengan segala per...